Skip to content
Manfaat Puasa – Relift Media

Manfaat Puasa Bacaan non-fiksi medis

Kekuatan kebiasaan adalah salah satu kekuatan paling kuat, dan para dokter dan perawat selama bergenerasi-generasi biasa mendorong orang sakit untuk memakan makanan, tak jarang mengakibatkan luka serius pada mereka.

Para petani, pekuda, dan barangkali banyak lainnya tahu betul bahwa ketika seekor sapi atau kuda jatuh sakit, ia biasanya menolak makanan. Selain itu, bahkan dalam contoh-contoh di mana seekor kuda yang sakit bersedia makan, pengobatan biasanya dimulai dengan menyingkirkan semua makanan. Dikte-dikte akal sehat bersatu dalam mendesak jalan ini, karena jelas bahwa, berhubung metode universal mengatasi keletihan adalah istirahat, perut yang terlalu banyak bekerja atau lelah juga mesti istirahat. Sains dan fisiologi mengajarkan bahwa pencernaan makanan hanya bisa dijalankan secara memuaskan ketika terdapat sekresi getah pencernaan; dan juga bahwa tidak bisa terjadi cukup sekresi getah pencernaan ketika terdapat peradangan, atau ketika tidak ada nafsu makan karena suatu sebab.

Kuda mudah diizinkan dan didorong untuk absen dari makanan ketika tak enak badan; tapi sulit untuk menjelaskan mengapa orang-orang bisa begitu bijak tentang kuda-kuda mereka dan begitu keliru tentang diri mereka sendiri, isteri mereka, dan anak-anak mereka. Kekuatan kebiasaan adalah salah satu kekuatan paling kuat, dan para dokter dan perawat selama bergenerasi-generasi biasa mendorong orang sakit untuk memakan makanan, tak jarang mengakibatkan luka serius pada mereka. Kita semua punya naluri bahwa kehidupan, pertumbuhan, kesembuhan dari sakit, dan pemeliharaan kesehatan berasal dari makanan; dan tanpa pertimbangan, rasa simpati dan rasa cemas membujuk kita untuk mendorong teman-teman yang sakit supaya makan. Apapun asal-usul kebiasaan ini, itu kebiasaan yang harus disalahkan secara luas; ketika seseorang sakit berat, puasa diusulkan; dan ini jauh lebih penting untuk manusia tak sehat daripada untuk kuda, sebagaimana manusia lebih penting daripada hewan. Begitu perhatian diarahkan pada kebutuhan puasa saat sakit, kita langsung melihat bahwa terdapat alasan apriori mengapa itu pasti benar. Jika, sebagaimana para fisiolog ajarkan, tidak bisa ada pencernaan efektif kecuali dari sekresi getah pencernaan, dan jika hampir tak ada sekresi getah pencernaan ketika terdapat suhu tinggi, kita semestinya menyangka akan terjadi pengerempengan pasien demam saat memakan makanan seperti halnya saat berpuasa; dan hasil inilah persis yang akan terlihat oleh dokter manapun yang mau melakukan eksperimen. Akal sehat mengajarkan, jika makanan dimakan tapi tidak dicerna, makanan tersebut tidak membantu memberi makan sistem. Jika tak ada makanan dimakan, proses-proses kehidupan dilaksanakan dengan mengkonsumsi jaringan-jaringan tisu; dan jika makanan dimakan tapi tak dicerna, proses kehidupan harus ditopang oleh konsumsi jaringan tisu pula, dengan hasil lebih lanjut yaitu bahwa makanan yang tak dicerna harus diekskresikan dari tubuh, yang sepintas akan terlihat sebagai tekanan terhadap daya-daya vital, sehingga menuntut konsumsi jaringan lain lagi, dan tak pelak memperlambat pemulihan pasien.

Kita tahu betul, sebuah doktrin yang memusuhi bukan saja ajaran dan praktek semua mazhab kedokteran, tapi juga berlawanan dengan kebiasaan universal umat manusia beradab, harus berlandaskan pada kebenaran untuk bergerak maju melawan rintangan demikian. Hal yang membesarkan hati ditemukan dalam fakta bahwa mengingat seabad lalu setiap pasien demam dikeluarkan darahnya, sekarang tak seorangpun dikorbankan untuk delusi besar ini; dan ada alasan bagus untuk berharap dalam 50 tahun dari sekarang tak seorangpun akan diizinkan memakan makanan di awal serangan penyakit.

Secara umum, dalam serangan-serangan hebat, pasien tak punya selera makan—makanan benar-benar menjijikkan; tapi ketika tampak ada pengidaman makanan, itu akan didapati sebagai keinginan fiktif yang disebabkan oleh peradangan, dan bukan karena kebutuhan akan makanan. Selera fiktif ini biasanya menghilang dengan puasa 24 jam pertama. Upaya dokter sejati harus berupa membantu alam, dan dipandu oleh alam. Jika masih ditemukan keinginan akan makanan pada saat berakhirnya puasa 48 jam, itu adalah bukti bahwa makanan dibutuhkan. Kekuatan cerdas yang sama yang membangun cincin tulang temporer untuk menopang tulang patah, dan menghilangkannya ketika tak lagi dibutuhkan, dan yang merenggut selera makan begitu menerima kabar sebuah musibah, tahu persis kapan harus makan dan tidak makan. Semakin serius serangan penyakit, semakin panjang durasi puasa yang dibutuhkan. Dari 3 sampai 6 hari akan didapati sebagai waktu yang biasanya diusulkan, tapi satu, dua, dan bahkan tiga minggu puasa akan dianjurkan dalam kasus-kasus ekstrim. Percayailah alam secara mutlak; ketika pasien dipantangi dari makanan cukup lama untuk mengatasi peradangan yang cenderung salah dikira sebagai selera makan, berikanlah makanan secepatnya setelah pasien mengidamkan makanan, dan tidak lebih cepat.

Judul asli : Why fasting benefits; When to continue fasting; The best sauce is hunger<i=1QRn6dOeXurdJ-oFfAdK2Lx4MD47hgxiK 393KB>Why fasting benefits; When to continue fasting; The best sauce is hunger
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Februari 2025
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh393 KB

    Manfaat Puasa

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2025)