Skip to content
Sang Penumpang – Relift Media

Sang Penumpang Cerita fiksi satir

author _Vladimir Nabokov_; date _1927_ genre _Satir_; category _Cerpen_; type _Fiksi_ “Di sini izinkan aku memakai alat yang sering muncul dengan menjemukan dalam jenis cerita seperti milikku ini. Ini dia—alat lama itu yang tentu sangat kau hafal: ‘Pada tengah malam aku tiba-tiba bangun.’ Namun, berikutnya adalah sesuatu yang kurang membosankan. Aku bangun dan melihat sebuah kaki.” “Ya, Hidup lebih berbakat daripada kita,” desah si penulis, mengetukkan pipa kardus cerutu Rusia-nya pada tutup kopor. “Plot-plot yang Hidup karang sesekali! Bagaimana bisa kita bersaing dengan dewi itu? Karya-karyanya tidak bisa diter­jemahkan, tidak bisa dilukiskan.” “Hakcipta oleh pengarang,” usul si kritikus, tersenyum; dia pria sopan rabun dengan jari-jari ramping tak mau diam. “Jalan keluar terakhir kita, kalau begitu, adalah mencu­rangi,” sambung si penulis, melempar sebatang korek api ke dalam gelas anggur kosong milik si kritikus sambil melamun. “Satu-satunya pilihan yang tersisa untuk kita adalah mem­perlakukan kreasi-kreasinya sebagaimana seorang produser film memperlakukan novel terkenal. Produser perlu men­cegah gadis-gadis pembantu merasakan bosan pada setiap Sabtu malam; oleh karenanya dia mengotak-atik novel itu sampai tak dikenali; memotong-motongnya, membalik sebe­lah dalamnya ke luar, menghasilkan ratusan episode, mem­perkenalkan karakter-karakter dan insiden-insiden baru yang dia ciptakan sendiri—dan semua ini untuk satu tujuan yaitu memiliki sebuah film menghibur yang berkembang tanpa rintangan, menghukum kebajikan di awal dan keburukan di akhir, sebuah film yang benar-benar alami dalam hal kon­vensinya sendiri dan, terutama, dilengkapi hasil tak terduga tapi menyelesaikan segalanya. Tepat begitulah kami, para penulis, mengotak-atik tema-tema Hidup agar sesuai dengan gerakan kami menuju suatu jenis keselarasan konvensional, suatu jenis keringkasan artistik. Kami membumbui plagia­risme hambar kami dengan alat kami sendiri. Kami berpikir pertunjukan Hidup terlalu luas, terlalu tak rata, bahwa keje­niusannya terlalu berantakan. Untuk memperturutkan pem­baca, kami menyisihkan dari novel-novel tak terkungkung yang Hidup karang, dongeng-dongeng kecil apik kami untuk digunakan oleh anak-anak sekolah. Sehubungan dengan ini, izinkan aku menyampaikan pengalaman berikut. “Aku kebetulan sedang bepergian dalam gerbong tidur sebuah kereta ekspres. Aku suka proses menetap ke dalam tempat tinggal safar—linen dingin kabin, perjalanan lamban lampu-lampu stasiun yang berangkat saat mereka mulai bergerak di balik kaca jendela hitam. Aku ingat betapa senangnya aku karena tidak ada siapapun di bangku tidur di atasku. Aku melepas pakaian, aku berbaring terlentang dengan kedua tangan berpegangan di bawah kepala, dan ringannya selimut kecil reguler adalah sesuatu yang menye­nangkan dibandingkan ranjang bulu yang kembung di hotel. Setelah beberapa renungan pribadi—waktu itu aku ingin sekali menulis sebuah cerita tentang kehidupan wanita-wanita pembersih gerbong kereta—aku memadamkan lampu dan segera tidur. Dan di sini izinkan aku memakai alat yang sering muncul dengan menjemukan dalam jenis cerita seperti milikku ini. Ini dia—alat lama itu yang tentu sangat kau hafal: ‘Pada tengah malam aku tiba-tiba bangun.’ Namun, berikutnya adalah sesuatu yang kurang membosankan. Aku bangun dan melihat sebuah kaki.” “Maaf, sebuah apa?” potong si kritikus modern, mencon­dong ke depan dan mengangkat telunjuknya. “Aku melihat sebuah kaki,” ulang penulis. “Kompartemen­nya kini terang. Kereta berada di sebuah stasiun. Itu kaki seorang pria, kaki berukuran besar, dalam kaus kaki kasar, yang dilubangi oleh sebuah kuku kebiruan. Itu berpijak kokoh pada anak tangga tempat tidur dekat wajahku, dan pemilik­nya, yang tersembunyi dari penglihatanku karena bangku tidur di atasku, sedang melakukan usaha terakhir untuk mengerek tubuhnya ke atas birai. Aku sempat memeriksa kaki itu dalam kaus kaki hitam kelabu kotak-kotak dan juga sebagian tungkai; garter ungu berbentuk V di sisi betis gemuk dan bulu-bulu tipisnya menembus jorok melalui jala pakaian dalam panjang. Itu benar-benar tungkai yang sangat menjijikkan. Selagi aku melihati, itu menegang, jempol gigih­nya bergerak satu atau dua kali; kemudian, akhirnya, seluruh kaki bertolak dengan kuat dan melayang lenyap dari pengli­hatan. Dari atas datang bunyi-bunyi dengkuran dan dengu­san yang membuatku menyimpulkan pria itu sedang bersiap tidur. Lampu padam, dan beberapa saat kemudian kereta menyentak bergerak. “Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya kepadamu, tapi tungkai itu menyiksaku dengan sangat menyesakkan. Seekor reptil ulet aneka warna. Aku kesal karena yang kutahu dari pria itu hanya kaki tampak jahat itu. Sosoknya, wajah­nya, aku tak pernah lihat. Kabinnya, yang menjadi langit-langit gelap rendah di atasku, kini terasa semakin rendah; aku hampir merasakan berat kabinnya. Tak peduli seberapa keras aku mencoba mengkhayalkan muka rekan pelancong malamku, yang bisa kubayangkan hanyalah kuku mencolok itu yang menunjukkan kilau gewang kebiruannya melalui sebuah lubang pada kaus kaki wol. Mungkin terasa aneh, secara umum, kenapa hal-hal remeh seperti itu sampai merepotkanku, tapi, sebaliknya, bukankah setiap penulis justru orang yang repot-repot memikirkan hal-hal remeh? Intinya, tidur tak kunjung datang. Aku terus mendengarkan—apakah rekan asingku mulai mengorok? Rupanya dia tidak sedang mengorok, tapi merintih. Tentu saja, ketokan roda-roda kereta di malam hari diketahui mendorong halusinasi pendengaran; tapi aku tak bisa mengatasi kesan bahwa dari atas sana, di atasku, datang suara-suara tak biasa. Aku bangun bertumpu pada satu siku. Suara-suara itu semakin jelas. Pria di kabin atas sedang terisak-isak.”
Judul asli : The Passenger<i=1_1X68BXNMd_CMgw4zX5nRQ4BnOYt35bH 273KB>The Passenger
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Januari 2025
Genre :
Kategori : ,

Unduh