Skip to content
Pentingnya Menanamkan Patriotisme dan Bela Negara Pada Anak-anak di Sekolah – Relift Media

Pentingnya Menanamkan Patriotisme dan Bela Negara Pada Anak-anak di Sekolah Bacaan non-fiksi politik

author _Elisha Benjamin Andrews_; date _1890_ genre _Politik_; category _Esai_; type _Nonfiksi_ Jika, tanpa memenuhi kekurangan ini, kita mencoba mengerahkan siswa-siswa kita kepada patriotisme yang sungguh-sungguh luar biasa, mereka akan menyerang kita dengan tuntutan untuk ditunjuki sesuatu yang luar biasa inspiratif tentang Republik Amerika. Semua orang akan sependapat bahwa patriotisme ada­lah perhatian yang sangat penting, bahwa sekolah-sekolah negeri bisa dibuat menggalakkannya, dan bahwa mereka dapat dipergunakan untuk maksud ini, bahkan se­harusnya dipergunakan demikian. Nyatanya, terdapat ke­pantasan istimewa dalam upaya merangsang patriotisme di antara murid-murid di sekolah-sekolah ini. Adalah bagian dari tugas sekolah negeri untuk menghasilkan warga yang baik. Di bawah teori pemerintahan kita, sekolah negeri eksis bukan untuk manusia sebagai manusia, tapi untuk meleng­kapi karakter kewarganegaraan setiap murid, sebab, tanpa pendidikan, dia tidak bisa menjadi anggota badan politik yang aman atau bermanfaat. Hanya ketika ini dipahami dan ditekankan kita bisa membela sistem sekolah kita dari tuduhan umum bahwa itu bersifat sosialistik. Hanya dengan begitu kita bisa menunjukkan hak tegas atas pajak untuk tujuan pendidikan publik. Tercamkan dengan sangat jelas pada kita bahwa sekolah-sekolah kita eksis untuk tujuan publik, dan bahwa mereka gagal sebagai sekolah negeri kecuali jika mereka membantu melayani tujuan ini. Pertanyaan menarik adalah: Bagaimana hasil bermanfaat tersebut bisa dihasilkan? Menyinggung diskusi kita saat ini dengan lebih tepat, bagamana pelajaran sekolah negeri, yang ditanamkan oleh begitu banyak orang di antara kita, bisa dibuat melayani—dalam derajat setinggi-tingginya—senti­men dan tujuan patriotis sejati pada murid-murid kita, dan melalui mereka pada sebagian besar warga kita? Keliru jika kita menyangka akan menggapai tujuan ini, sampai taraf yang bermanfaat, melalui oratori 4 Juli atau melalui pembelian dan pengibaran bendera, sesuai tren me­nyenangkan yang kini begitu digemari. Bahkan, meski se­penuh hati menghargai kebiasaan ini, aku khawatir ada suatu bahaya di era kita kalau-kalau bendera AS akan menjadi sebuah fetish bagi banyak orang. Sebagaimana pengenaan salib belaka tidak bisa menjadikan seseorang Kristiani, begitu pula pengibaran emblem nasional di atas gedung-gedung sekolah tidak akan pernah dengan sendirinya men­jadikan kita pemuja setia kebahagiaan bangsa ini. Bukan stars and stripes, tapi apa yang dilambangkan oleh stars and stripes: kebebasan, union/serikat, hak, hukum, kekuasaan untuk kebaikan di antara bangsa-bangsa—mereka inilah pacu sah untuk antusiasme kita sebagai warga negara. Dan dalam membela hal-hal ini dan atribut-atribut terpuji karak­ter nasional kita lainnya di hari jadi dan di waktu-waktu lain, kita tidak butuh kefasihan pidato yang histeris. Kebenaran apa adanya, yang disampaikan dengan tenang, akan lebih baik. Kalimat-kalimat periodik yang membumbung, retorika bombastis, atletisisme paru-paru yang dengannya Kemer­dekaan biasa dirayakan, tapi yang kini telah beralih terutama ke Hari Memorial/Pahlawan dan ke pengibaran bendera, sangat tidak penting. Lebih tak ada gunanya lagi menanamkan semangat parti­san atau seksional, atau mencoba membuat siswa-siswi per­caya bahwa kehidupan bangsa bergantung pada berlakunya kebijakan remeh ini atau itu. Dari semua dalih khusus sema­cam itu, banyak yang harus ditakutkan, nihil hal bernilai yang bisa diharapkan. Kita memiliki terlalu banyak warga yang mengidentikkan kebaikan partai atau seksi mereka dengan kebaikan bangsa, dan tidak bisa menemukan patriotisme dalam hal apapun yang memusuhi pandangan atau kepentingan kesayangan mereka. Para pemegang obligasi nasional, kita perhatikan, selalu sangat patriotis. Mereka ingin bangsa ini hidup dan makmur; dan aku sudah dengar soal orang-orang di antara mereka yang meragukan cinta negara dari orang-orang lain yang mendesak refunding dengan tingkat bunga lebih ren­dah, dan penghapusan cepat utang nasional seluruhnya. Ada orang-orang Protestan yang mengingkari hak orang-orang Katolik, karena buta terhadap fakta bahwa tanah ini secara hukum, sebagaimana secara agama, bukan tanah Pro­testan; dan ada orang-orang Katolik yang gairahnya untuk gereja mereka membuat mereka secara fatal mengabaikan elemen-elemen publik dan sipil dalam pendidikan yang patut untuk kaum muda mereka. Sosialis yakin kita tersesat kecuali jika kita menerima sis­tem miliknya; dan walaupun yakin langkah-langkah evolusi begitu jauh, dia bekerja tak kenal lelah untuk membantu dalam prosesnya. Anarkis tidak melihat harapan kecuali jika negara lenyap total. Komunis ingin kita “memecah-belah dan menaklukkan”. Banyak orang berpikir kemiskinan akan pergi, beserta segala macam penyakit sosial, seandainya kita tidak memajaki tanah saja. Ya Tuhan, selamatkan kami dari semua kepicikan tersebut, entah landasannya geografis, eklesiastik/ gerejawi, politik, atau sosial! Pun kita tidak mendapat keuntungan apapun dengan meluputkan keburukan-keburukan yang melekat pada politik kita dan pada warga-warga masyhur kita, di masa lalu atau masa kini, atau dengan menggambarkan kemungkinan atau kebajikan negara kita sebagai lebih besar dari sebenarnya, entah secara absolut atau secara perbandingan dengan ke­mungkinan atau kebajikan bangsa-bangsa lain, atau dengan mengecilkan atau mengingkari bahaya-bahaya sangat serius yang menimpa pandangan politik dan sosial kita. Memper­tuhankan Jefferson atau Franklin atau bahkan Washington adalah buruk. Jangan melakukan pemalsuan tentang kaum Federalis, kaum Demokrat, atau kaum Whig lama, entah sebagai semacam fitnah ataupun pemberhalaan. Itu tidak akan ada untungnya. Orang mendengar banyak sekali pidato menyala-nyala tentang kebesaran negara kita dan institusi-institusinya yang, sekuat apapun negara membangun kepuasdirian nasio­nal, tidak pernah bisa memajukan patriotisme tulen. Tidak ada negara beradab lain di kolong langit ini yang kota-kotanya diperintah seburuk kota-kota kita. Tidak ada negara beradab lain yang dalam pemerintahannya undang-undang ekonomi politik dan keuangan publik dipelajari sesedikit atau diten­tang semencolok di negara kita. Metode-metode pemajakan kita bahkan begitu tak masuk akal dan tak adil sampai-sam­pai jika masyarakat memahami sifat opresifnya, aku yakin pemerintahan kita bakal digulingkan dalam sehari, seperti rezim lama di Prancis. Tidak ada negara lain kecuali Turki yang pelayanan sipilnya sekorup kita, atau di mana kemam­puan khusus dipandang seremeh oleh kita dalam seleksi jabatan publik. Di negeri lain di planet ini tidak ada kemis­kinan yang begitu lazim atau begitu parah bila diperban­dingkan dengan sumberdaya nasional. Sistem pensiun kita lebih mahal dalam dolar dan sen daripada sistem militer terburuk Eropa yang begitu sering dan begitu patut kita sayangkan, dan pengaruh totalnya dalam menciptakan kemiskinan adalah sepuluh kali lebih buruk. Sistem pos kita jauh dari terbaik. Begitu pula organisasi sekolah kita. Begitu pula dan lebih lagi pengaturan elektoral kita, yang untungnya kita baru mulai perbaiki. Biarkan pekerjaan yang baik terus berjalan! Di beberapa negeri lain, aku pikir, keadilan umum antar manusia lebih pasti dan lebih cepat daripada di negeri kita. Ada ketidakpatutan selanjutnya yang sama-sama kita miliki dengan bangsa-bangsa lain, tidak lebih buruk dari mereka. Di sini, seperti di tempat lain, dalam pengertian yang sangat menyedihkan, kaum kaya bertambah kaya dan kaum miskin bertambah miskin. Dengan kata lain, ambang pintu masyarakat, massa rakyat jelata, yang tidak diberkahi dengan bakat istimewa, seni, keahlian, atau kedudukan, tapi terpaksa mencari nafkah dengan kerajinan-kerajinan dasar, semakin kurang berarti seiring tahun-tahun berlalu. Konflik antara buruh dan modal, yang mengelilingi seluruh cakra­wala dengan awan, menghitamkan langit kita juga, dan aku tidak melihat sedikitpun gejala menyingsing pada awan itu. Sebuah bahaya pertanda buruk, yang khas pada kita se­bagai bangsa, menantang kita dalam ukuran negara kita dan kompleksitas peradaban kita. Rasanya aneh bahwa, segera setelah perang sipil empat tahun yang berhasil mencegah pemotong-motongan union/serikat kita, masih saja tidak pasti apakah Negara-negara Bagian ini akan secara perma­nen melanjutkan bangsa tunggal. Tapi pada saat ini banyak yang merasakan hal yang sama. Sesudah perang kita ber­harap rel kereta dan telegraf antar seksi, dengan meningkat­nya perbauran penduduk dan kepentingan, akan melang­gengkan rasa persatuan dalam masyarakat kita yang, seba­gaimana sejarah tunjukkan, harus menjadi ciri penduduk bangsa manapun yang ditakdirkan akan memelihara keutu­hannya. Ini masih harapan, tapi dengan banyaknya orang yang berpikir, itu sedikit lebih dari harapan. Semangat seksi­onal yang mematikan Roma sedang bekerja dengan kuat di tengah-tengah kita. Itu hampir tidak pernah, bahkan sebelum perang, lebih nyata daripada saat ini. Timur, Selatan, Barat, Tengah, masing-masing bekerja untuk dirinya sendiri seolah itu negara. Mayoritas orang di satu wilayah tidak terlalu peduli pada orang-orang di tempat lain.
Judul asli : Patriotism and the Public Schools<i=10-B5Uba5MbJh5VC8BlBYMXKd-nEAQD1y 322KB>Patriotism and the Public Schools
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Januari 2025
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Pentingnya Menanamkan Patriotisme dan Bela Negara Pada Anak-anak di Sekolah

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2025)