Din bukanlah agama di luar Islam, bukan pula potongan darinya. Seorang Ilahian tak pernah menganggapnya agama terpisah; seorang Ilahian seringkali sama ortodoksnya dengan seorang Mullah.
Kredo Sufi Din-i-Ilahi diumumkan pada awal tahun 1582. Menurut Bartoli terdapat sebuah dewan formal sebelum pengumuman Din-i-Ilahi, “Syeikh (Mubarak) diutus untuk memproklamirkan di semua tempat bahwa dalam waktu dekat hukum yang hendak dianut di seluruh pelosok Kekaisaran Mughal akan dikirim dari istana dan mereka mesti bersiap mengambilnya untuk yang terbaik dan menerimanya dengan hormat apapun itu. Kita tidak tahu lebih banyak tentang perutusan Mubarak; terlebih nada dan bahasanya tidak cocok dengan Ujaran Bahagia-nya Akbar, “Mengapa aku mesti mengklaim menuntun manusia sebelum aku sendiri tertuntun.”
Prinsip-prinsip Din-i-llahi
Smith mengatakan prinsip-prinsip sistem ini tidak ditetapkan dengan tepat dan ada banyak ketidakpastian terkait maknanya sampai 1587. Itu memang “tak ditetapkan”, karena itu bukan agama baru; itu adalah rangkuman agama lama. Dengan tiadanya risalat tertulis mengenai subjek ini, ada banyak keleluasaan untuk imajinasi. Von Noer berpendapat sistem itu seperti sistem Freemasonry atau Illuminati. Jadi tidaklah perlu untuk mendeklarasikannya di depan umum. Badauni juga mengatakan sang Mujtahid agama baru adalah satu-satunya tempat penyimpanan azas-azas agama tersebut. Cerita Badauni hanya berkenaan dengan ritual-ritual luaran kredo tersebut dan menggambarkan formalitas yang dijalankan oleh Akbar. Badauni hampir tidak memberi informasi baru apapun tentang prinsip-prinsip kredo. Seperti seorang Mullah biasa, dia mengidentikkan azas-azas dengan tambahan-tambahan, dan formalitas salah dikira sebagai prinsip. Abul Fazl dalam Ain No. 77 perihal “Yang Mulia sebagai penuntun spiritual masyarakat”, mengawali dengan nada Sufis tapi meninggalkannya dengan harapan saleh, “Seandainya kesibukanku memberi cukup waktu luang dan seandainya masa hidup kedua diberikan kepadaku, aku berniat menghadirkan kepada dunia sebuah jilid terpisah perihal ini.” “Kesibukan”-nya tidak memberinya waktu luang, pun “masa hidup kedua” tidak diberikan kepadanya dan kita kehilangan jilid terpisah perihal itu. Para misionaris Portugis yang mengunjungi istana semasa periode ini punya cara aneh dalam menggambarkan keadaan, mereka umumnya mencampur gosip dengan fakta yang seringnya melucuti kenyataan dari esensinya jika ada esensi sama sekali. Satu-satunya penulis yang menceritakan azas-azas Din-i-Ilahi adalah Mohsin Fani yang menggambarkan sebagiannya dalam Dabistan-i-Mazahib-nya yang terkenal. Dabistan tidak secara langsung mendiskusikan Din-i-Ilahi tapi secara tidak langsung mengungkapkan prinsip-prinsip internal sistem melalui lisan sang filsuf dalam sebuah dialog. Narasumber Mohsin Fani adalah Mirza Shah Muhammad, anak Baigh Khan yang mengetahuinya langsung dari Azam Khan—anggota Din-i-Ilahi. Mohsin Fani adalah pengamat yang simpatik, tak seperti Badauni atau para pendeta Portugis; dan ada sentuhan romansa dalam caranya mengatakan sesuatu. Sang filsuf Dabistan yang mewakili Kaisar di akhir sebuah debat umum di mana para pembela agama-agama lain hadir, mengemukakan Din-i-Ilahi dalam sepuluh kebajikan:- Kerelaan hati dan kemurahan hati.
- Pengampunan pelaku keburukan dan penolakan amarah dengan kelembutan.
- Pemantangan dari keinginan-keinginan duniawi.
- Pemeliharaan kebebasan dari ikatan-ikatan eksistensi duniawi dan kekerasan selain pengumpulan simpanan berharga untuk dunia nyata dan abadi di masa depan.
- Kebijaksanaan dan kebaktian dalam sering-sering merenungkan konsekuensi tindakan.
- Kekuatan kehati-hatian tangkas dalam keinginan tindakan-tindakan ajaib.
- Suara lembut, kata-kata lembut, tutur kata menyenangkan kepada setiap orang.
- Perlakuan baik kepada saudara, sehingga kemauan mereka didahulukan daripada kemauan kita.
- Pengasingan total dari para makhluk dan keterikatan total dengan Yang Maha Tinggi.
- Pengabdian jiwa dalam kasih Tuhan dan persatuan dengan Tuhan sang pemelihara segala.
Judul asli | : | Din-i-Ilahi: Chapter 7 & 8<i=18OhYc0STZPI1HQUYAVn-YMEphc1qgu5s 524KB>Din-i-Ilahi: Chapter 7 & 8 (1941) |
Pengarang | : | Makhanlal Roychoudhury Sastri |
Penerbit | : | Relift Media, Januari 2025 |
Genre | : | Sejarah |
Kategori | : | Nonfiksi, Esai |