Sebuah kontradiksi tak terjelaskan ditemukan dalam fakta bahwa kaum Yahudi-lah yang membawa ke dalam dunia cerah kita konsepsi dosa yang senantiasa mengancam, dan bahwa mereka, meskipun begitu, memahami dosa sebagai sesuatu yang sangat berbeda dari yang kita pahami. Dosa bagi mereka adalah hal kebangsaan.
Tepat sekali memberi penekanan kuat pada hal ini, sebab proses demikian, betapapun berlangsung tanpa sadar, merupakan kejahatan inses terhadap alam; itu hanya mungkin diikuti dengan nasib sengsara atau tragis. Orang-orang Ibrani lainnya, beserta bani Yusuf, mengalami akhir mengenaskan; seperti keluarga-keluarga para mestizo pseudo-Semitik yang lebih penting (bangsa Fenisia, bangsa Babilonia, dll), mereka menghilang dan tak meninggalkan bekas; orang Yahudi, di sisi lain, memilih nasib tragis; itu membuktikan kebesarannya, dan itu adalah kebesarannya. Aku akan segera kembali ke tema ini, karena keteguhan hatinya ini berarti pendirian Yudaisme; aku hanya akan menambah satu komentar—sebab di sini pas dan setahuku belum pernah dilakukan—yaitu bahwa kesadaran mendalam akan dosa ini, yang memberatkan bangsa Yahudi di masa heroiknya dan yang diungkapkan secara menyedihkan dalam perkataan orang-orang terpilihnya, berakar dari relasi-relasi fisik ini. Tentu saja, inteligensia dan kemegahdirian yang kita semua miliki menjelaskannya secara agak berbeda, tapi insting jauh lebih dalam daripada pemahaman, dan segera setelah penghancuran bani Israel dan pembuangan mereka membangunkan hati nurani orang Yahudi, tindakan pertamanya adalah mengakhiri inses itu (sebagaimana kusebut demikian di atas, memakai kata-kata Yehezkiel) melalui pelarangan ketat setiap kawin silang bahkan dengan suku-suku berkerabat dekat. Sebuah kontradiksi tak terjelaskan ditemukan dalam fakta bahwa kaum Yahudi-lah yang membawa ke dalam dunia cerah kita konsepsi dosa yang senantiasa mengancam, dan bahwa mereka, meskipun begitu, memahami dosa sebagai sesuatu yang sangat berbeda dari yang kita pahami. Dosa bagi mereka adalah hal kebangsaan, sedangkan individu adalah “benar” ketika dia tidak melanggar “hukum” tersebut; penebusan bukanlah penebusan moral si individu, melainkan penebusan Negara; itu sulit untuk kita pahami. Tapi ada sesuatu yang lain lagi: dosa yang diperbuat secara tak sadar adalah sama dengan dosa sadar bagi orang Yahudi; “gagasan dosa bagi orang Yahudi tidak mesti memiliki kaitan dengan hati nurani si pendosa, itu belum tentu melibatkan konsepsi keburukan moral, tapi menunjuk pada tanggungjawab hukum”. Montefiore juga dengan tegas menyatakan bahwa menurut pandangan para legislator pasca-pembuangan, “dosa dipandang bukan sebagai sebuah pengotoran jiwa individu, tapi sebagai sebuah pencemaran kemurnian fisik, sebuah gangguan terhadap kemurnian tenteram negeri itu dan para penduduknya yang merupakan satu syarat agar Tuhan bisa terus berdiam di antara kaum-Nya dan di tempat suci-Nya”.
Judul asli | : | Consciousness of Sin Against Race<i=1nEWbwQavncBL3URYHEZAdXsniO_p7vW2 259KB>Consciousness of Sin Against Race (1899) |
Pengarang | : | Houston Stewart Chamberlain |
Penerbit | : | Relift Media, September 2024 |
Genre | : | Sosial |
Kategori | : | Nonfiksi, Esai |