Seberapa jauh astronomi Brahmanik dipengaruhi oleh sistem-sistem yang aslinya dibentuk di Khaldea kuno. Praduga akan pengaruh semacam itu menyediakan hipotesis lebih sederhana dan lebih probabel daripada upaya untuk menelusuri ide-ide astronomis terawal bangsa India.
Jelas India berutang kepada bangsa Yunani atas sebagian astronominya. Bukan berarti ia tidak punya astronomi dan astronom dari masa sebelum invasi Alexander. Bahkan, dulu perlu sekali melakukan observasi langit untuk menetapkan kalender yang akan memungkinkan pengurbanan-pengurbanan ritual Vedik terkait kembalinya musim-musim dan revolusi bintang-bintang yang akan dirayakan di tanggal-tanggal yang tepat. Lebih jauh, kepercayaan akan astrologi, atau pengaruh gerakan planet-planet terhadap fenomena fisik dan semua peristiwa kehidupan manusia, akan mengarah kepada, di India dan juga tempat lain, observasi dan antisipasi segala sesuatu yang berhubungan dengan persejajaran (konjungsi) dan perseberangan (oposisi) benda-benda langit.
Rigveda menyinggung fase-fase dan manzilah-manzilah rembulan. Menurut sebuah tradisi yang dilestarikan oleh para Brahmana, manzilah-manzilah (nakshatra-nakshatra) terdiri dari 27 konstelasi (kemudian 28) yang diduga dilintasi rembulan secara berturut-turut dalam perjalanan revolusi siderisnya. Dengan begitu, didapatlah sebuah zodiak qamariah/candra/rembulan dan sebuah pembagian waktu primer ke dalam bulan-bulan. Terlebih, di dalam Veda rembulan menyandang nama pembuat bulan (month-maker) (mâsakrit). Setiap manzilah disemati sebuah panjang seragam sebesar 13° 20’ pada ekliptika, dan sebuah denominasi, yang umumnya diambil dari mitologi. Pada gilirannya, bulan (month) mengambil namanya dari konstelasi yang mendapat kehormatan menampung rembulan (moon). Manon dan Djyotisha (sebuah risalat khusus yang termasuk di antara Védânga-védânga, atau tafsir terhadap Veda-veda) memberitahu kita bahwa tahun tersusun dari 12 bulan, bulan tersusun dari 30 hari, hari tersusun dari 30 jam, jam tersusun dari 48 menit, semuanya adalah subdivisi seksagesimal ketat, seperti ukuran waktu kita sendiri. Djyotisha juga mengajarkan seni mengkonstruksi klepsidra, atau jam air.
Penyetelan tahun syamsiah agar bersesuaian dengan tahun qamariah dan penyetelan keduanya dengan tahun sipil bermula dari periode ini. Bulan masih tersusun dari 30 hari, tapi tahun-tahun syamsiah dikelompokkan ke dalam periode-periode quinquenial, dan bulan qamariah dilipatduakan di tengah dan di ujung periode-periode tersebut. Menggabungkan periode-periode quinquenial ini dengan revolusi-revolusi planet Brihaspati (Yupiter), yang menurut kalkulasi menempati selama sekitar 12 tahun, para astronom India menghitung siklus astronomis 60 tahun syamsiah. Berhubung siklus tersebut ditemukan di kalangan bangsa Khaldea/Kasdim, di mana menurut Berosus itu dinamakan Sossos, kita harus mencaritahu seberapa jauh astronomi Brahmanik dipengaruhi oleh sistem-sistem yang aslinya dibentuk di Khaldea kuno. Praduga akan pengaruh semacam itu menyediakan hipotesis lebih sederhana dan lebih probabel daripada upaya untuk menelusuri ide-ide astronomis terawal bangsa India, sebagaimana M. W. Brennand usulkan baru-baru ini, ke sebuah periode ketika para leluhur orang-orang Arya, orang-orang Semit, dan orang-orang China mengembara bersama-sama di dataran-dataran tinggi Asia tengah!
Dari prasasti-prasasti aksara paku sekarang kita jadi tahu bahwa bangsa Khaldea, di periode jauh sebelum masuknya orang-orang Arya ke India, telah menciptakan sebuah kalender ganda, syamsiah dan qamariah, dengan periode-periode interkalasi; telah menemukan gerak diri planet-planet; telah menghitung kembalinya gerhana-gerhana; dan telah membentuk sebuah sistem metrik ganda, desimal dan seksagesimal; dan, sebagaimana dilakukan juga di India, telah membagi keliling menjadi 360 derajat yang terdiri dari masing-masing 60 menit. Mustahil untuk menarik garis tepat antara temuan-temuan astronomis yang bangsa India pinjam dari luar negeri dan temuan-temuan yang mereka ambil dari sumber mereka sendiri sebelum invasi bangsa Yunani, tapi kita tak usah pergi jauh-jauh melewatkan Mesopotamia untuk mencari sumber data pinjaman itu.
Sastra kuno India memuat observasi-observasi posisi atau konjungsi beberapa bintang yang membawa kita kembali ke tahun-tahun pasti dalam sejarah langit. Astronom Bailly, Colebrooke, dan Bentley, dan, lebih belakangan, M. Brennand, telah menemukan catatan-catatan terkait fenomena-fenomena astronomis yang berlangsung pada abad ke-12, 14, 15, dan bahkan 21 SM. Namun, Max Müller menganjurkan agar bijaksana dan berhati-hati dalam menerima kalkulasi-kalkulasi ini, yang sebagiannya mungkin adalah pikiran susulan, dan sebagian lainnya menyodorkan persesuaian-persesuaian luaran saja.
Bagaimanapun, kedatangan Buddhisme, dengan menjatuhkan praktek-praktek keagamaan dan spekulasi-spekulasi astrologis para Brahmana, turut mendatangkan kemerosotan astronomi ketika itu sedang giat-giatnya di kalangan bangsa Yunani. Kita mengetahui dari sebuah petikan dalam karya Strabo bahwa kaum Pramnai memandang para Brahmana sebagai pembual dan sinting lantaran mereka tertarik pada fisiologi dan astronomi. Nah, memang terdapat sebuah risalat Buddhis kuno yang di dalamnya prediksi-prediksi para Brahmana tentang gerhana matahari dan konjungsi dan oposisi planet-planet, dan pembahasan mereka tentang kemunculan komet dan meteor, diperlakukan sebagai seni tercela dan kebohongan.
Judul asli | : | Origin of Ancient Hindu Astronomy<i=1A3csVyGSolN4_20s_MwXl0SXnvo_0hbs 389KB>Origin of Ancient Hindu Astronomy (1898) |
Pengarang | : | Eugène Goblet d'Alviella |
Penerbit | : | Relift Media, Juli 2024 |
Genre | : | Sejarah |
Kategori | : | Nonfiksi, Esai |