Skip to content
Asal-Muasal Astronomi India Kuno – Relift Media

Asal-Muasal Astronomi India Kuno Bacaan non-fiksi sejarah

author _Eugène Goblet d'Alviella_; date _1898_ genre _Sejarah_; category _Esai_; type _Nonfiksi_ Seberapa jauh astronomi Brahmanik dipengaruhi oleh sistem-sistem yang aslinya dibentuk di Khaldea kuno. Praduga akan pengaruh semacam itu menyediakan hipotesis lebih sederhana dan lebih probabel daripada upaya untuk menelusuri ide-ide astronomis terawal bangsa India. Jelas India berutang kepada bangsa Yunani atas sebagi­an astronominya. Bukan berarti ia tidak punya astro­nomi dan astronom dari masa sebelum invasi Alexander. Bahkan, dulu perlu sekali melakukan observasi langit untuk menetapkan kalender yang akan memungkinkan pengur­banan-pengurbanan ritual Vedik terkait kembalinya musim-musim dan revolusi bintang-bintang yang akan dirayakan di tanggal-tanggal yang tepat. Lebih jauh, kepercayaan akan astrologi, atau pengaruh gerakan planet-planet terhadap fenomena fisik dan semua peristiwa kehidupan manusia, akan mengarah kepada, di India dan juga tempat lain, obser­vasi dan antisipasi segala sesuatu yang berhubungan dengan persejajaran (konjungsi) dan perseberangan (oposisi) benda-benda langit. Rigveda menyinggung fase-fase dan manzilah-manzilah rembulan. Menurut sebuah tradisi yang dilestarikan oleh para Brahmana, manzilah-manzilah (nakshatra-nakshatra) terdiri dari 27 konstelasi (kemudian 28) yang diduga dilintasi rembulan secara berturut-turut dalam perjalanan revolusi siderisnya. Dengan begitu, didapatlah sebuah zodiak qama­riah/candra/rembulan dan sebuah pembagian waktu primer ke dalam bulan-bulan. Terlebih, di dalam Veda rembulan me­nyandang nama pembuat bulan (month-maker) (mâsakrit). Setiap manzilah disemati sebuah panjang seragam sebesar 13° 20’ pada ekliptika, dan sebuah denominasi, yang umum­nya diambil dari mitologi. Pada gilirannya, bulan (month) me­ngambil namanya dari konstelasi yang mendapat kehorma­tan menampung rembulan (moon). Manon dan Djyotisha (sebuah risalat khusus yang termasuk di antara Védânga-védânga, atau tafsir terhadap Veda-veda) memberitahu kita bahwa tahun tersusun dari 12 bulan, bulan tersusun dari 30 hari, hari tersusun dari 30 jam, jam tersusun dari 48 menit, semuanya adalah subdivisi seksagesimal ketat, seperti ukuran waktu kita sendiri. Djyotisha juga mengajarkan seni mengkonstruksi klepsidra, atau jam air. Penyetelan tahun syamsiah agar bersesuaian dengan tahun qamariah dan penyetelan keduanya dengan tahun sipil bermula dari periode ini. Bulan masih tersusun dari 30 hari, tapi tahun-tahun syamsiah dikelompokkan ke dalam periode-periode quinquenial, dan bulan qamariah dilipatduakan di tengah dan di ujung periode-periode tersebut. Menggabung­kan periode-periode quinquenial ini dengan revolusi-revolusi planet Brihaspati (Yupiter), yang menurut kalkulasi menem­pati selama sekitar 12 tahun, para astronom India menghi­tung siklus astronomis 60 tahun syamsiah. Berhubung siklus tersebut ditemukan di kalangan bangsa Khaldea/Kasdim, di mana menurut Berosus itu dinamakan Sossos, kita harus mencaritahu seberapa jauh astronomi Brahmanik dipenga­ruhi oleh sistem-sistem yang aslinya dibentuk di Khaldea kuno. Praduga akan pengaruh semacam itu menyediakan hipotesis lebih sederhana dan lebih probabel daripada upaya untuk menelusuri ide-ide astronomis terawal bangsa India, sebagaimana M. W. Brennand usulkan baru-baru ini, ke sebuah periode ketika para leluhur orang-orang Arya, orang-orang Semit, dan orang-orang China mengembara bersama-sama di dataran-dataran tinggi Asia tengah! Dari prasasti-prasasti aksara paku sekarang kita jadi tahu bahwa bangsa Khaldea, di periode jauh sebelum masuknya orang-orang Arya ke India, telah menciptakan sebuah kalen­der ganda, syamsiah dan qamariah, dengan periode-periode interkalasi; telah menemukan gerak diri planet-planet; telah menghitung kembalinya gerhana-gerhana; dan telah mem­bentuk sebuah sistem metrik ganda, desimal dan seksage­simal; dan, sebagaimana dilakukan juga di India, telah mem­bagi keliling menjadi 360 derajat yang terdiri dari masing-masing 60 menit. Mustahil untuk menarik garis tepat antara temuan-temuan astronomis yang bangsa India pinjam dari luar negeri dan temuan-temuan yang mereka ambil dari sum­ber mereka sendiri sebelum invasi bangsa Yunani, tapi kita tak usah pergi jauh-jauh melewatkan Mesopotamia untuk mencari sumber data pinjaman itu. Sastra kuno India memuat observasi-observasi posisi atau konjungsi beberapa bintang yang membawa kita kem­bali ke tahun-tahun pasti dalam sejarah langit. Astronom Bailly, Colebrooke, dan Bentley, dan, lebih belakangan, M. Brennand, telah menemukan catatan-catatan terkait feno­mena-fenomena astronomis yang berlangsung pada abad ke-12, 14, 15, dan bahkan 21 SM. Namun, Max Müller mengan­jurkan agar bijaksana dan berhati-hati dalam menerima kal­kulasi-kalkulasi ini, yang sebagiannya mungkin adalah piki­ran susulan, dan sebagian lainnya menyodorkan persesua­ian-persesuaian luaran saja. Bagaimanapun, kedatangan Buddhisme, dengan menja­tuhkan praktek-praktek keagamaan dan spekulasi-spekulasi astrologis para Brahmana, turut mendatangkan kemerosotan astronomi ketika itu sedang giat-giatnya di kalangan bangsa Yunani. Kita mengetahui dari sebuah petikan dalam karya Strabo bahwa kaum Pramnai memandang para Brahmana sebagai pembual dan sinting lantaran mereka tertarik pada fisiologi dan astronomi. Nah, memang terdapat sebuah risa­lat Buddhis kuno yang di dalamnya prediksi-prediksi para Brahmana tentang gerhana matahari dan konjungsi dan opo­sisi planet-planet, dan pembahasan mereka tentang kemun­culan komet dan meteor, diperlakukan sebagai seni tercela dan kebohongan.
Judul asli : Origin of Ancient Hindu Astronomy<i=1A3csVyGSolN4_20s_MwXl0SXnvo_0hbs 389KB>Origin of Ancient Hindu Astronomy
Pengarang :
Penerbit : Relift Media, Juli 2024
Genre :
Kategori : ,

Unduh

  • Unduh

    Asal-Muasal Astronomi India Kuno

  • Koleksi

    Koleksi Sastra Klasik (2024)