Orang Yahudi modern, bahkan dalam karikatur paling fantastis yang digambar oleh orang-orang anti-Semit, memiliki kemiripan sedikit saja dengan leluhur Asia Barat-nya. Kualitas-kualitas buruk dan adat-istiadat aneh yang dianggap melukiskan ketidakterasimiliasiannya bukanlah kualitas Asiatik, tapi kualitas Eropa belaka.
Bukanlah hal enteng untuk mendakwa sebuah gerakan besar yang diilhami semangat publik dan ketunggalan tujuan. Oleh karena itu, mohon dimaklumi jika aku coba mengatakan satu dua patah kata tentang keadaan yang berangsur-angsur menjadikanku anti-Zionis teguh dan tak kenal kompromi.
Aku mengawali dengan sebuah pikiran terbuka, tapi pikiran di mana bias jelas-jelas menguntungkan Dr. Herzl. Ketika rasa ragu terhadap kepraktisan ide [Zionisme] mulai terlintas dalam kepalaku, aku menahan diri dari mengungkapkannya, karena aku merasa antusiasme dan solidaritas rasial yang dirangsang oleh gerakan tersebut tidak boleh disurutkan dengan enteng. Akan tetapi, sejak saat itu, energi para Zionis dan realisme agresif mereka telah memaksakan aspek-aspek praktis tertentu ini ke latar depan perpolitikan Yahudi, aspek-aspek yang tentu saja menggiring setiap orang Yahudi untuk bertanya-tanya apakah antusiasme baru ini dan solidaritas rasial yang dihasilkannya sedang memimpin. Apakah skema itu sendiri memungkinkan atau diharapkan? Jika tidak memungkinkan, bagaimana pemerjuangannya mempengaruhi posisi kita saat ini di dunia dan takdir kita yang lebih nyata? Bila petaka kekecewaan yang tak terelakkan datang, akankah itu membuat kita lebih baik atau lebih buruk? Pertanyaan-pertanyaan ini dan serupa lainnya telah banyak menguras pikiranku selama beberapa bulan terakhir, dan aku merasa mereka adalah pertanyaan yang jawaban tegasnya tidak boleh ditunda-tunda oleh siapapun orang Yahudi yang memiliki kepentingan nyata pada kaumnya, sejarah mereka, dan misi mereka.
Dua aspek praktis dari gerakan Zionis pertama-tama membujukku untuk memasuki medan kontroversi kontra para pengikut Dr. Herzl. Keduanya pada hakikatnya bersifat taktis, dan keduanya sepintas tidak melibatkan kepastian terkait isu utama. Yang pertama adalah upaya perampasan oleh Tn. [Israel] Zangwill—“Dr. Jim”-nya politik Herzlian yang tak bertanggungjawab dan tak tertahankan—terhadap dana Jewish Colonization Association (I.C.A.), yang dideskripsikan dengan indah sebagai “The Hirsch Millions”. Yang kedua adalah skema untuk pendirian sebuah Ghetto Yahudi di Afrika Timur dengan berkedok sebagai “Nacht-Asyl für Jerusalem”. Sebentar lagi aku akan berkata panjang-lebar tentang skema Afrika Timur ini.
Perampasan terhadap I.C.A mau tak mau membangkitkan antagonismeku, karena pertama aku tahu bahwa argumen yang menopangnya didirikan dalam kekeliruan, dan kedua aku dengan gusar memandang kemungkinan penghamburan—dalam petualangan-petualangan politik tak jelas dan remang-remang—dana-dana yang secara tegas dikecualikan dari penggunaan semacam itu (baik oleh surat sumbangan maupun tujuan pendiri I.C.A.) dan yang sudah membuat banyak kebaikan praktis dan dapat membuat lebih banyak lagi di masa mendatang. Menurutku, tak ada orang praktis yang mesti ragu antara substansi dan bayangan. Tn. Zangwill menunjang tuntutannya dengan dua tuduhan utama, yang dua-duanya aku sangkal. Kesatu adalah bahwa I.C.A. merupakan sebuah kegagalan, bahwa itu berbuat nyaris nihil, dan bahwa usulan perluasan fungsi-fungsinya merupakan pengakuan inkompetensi dengan sendirinya. Dalam menyangkal pernyataan-pernyataan ini pada waktu itu, aku hanya mengandalkan pembandingan laporan I.C.A. dengan laporan organisasi-organisasi Zionis—di satu sisi (I.C.A.), catatan bagus tentang kegiatan sukses berupa koloni-koloni agrikultur yang betul-betul didirikan, banyak sekolah yang didirikan dan disubsidi, banyak bank pinjaman yang beroperasi secara dermawan, dan aliran-aliran emigrasi raksasa yang secara metodis diorganisir, diperlengkapi, dan diarahkan, di samping pengakuan akan banyak kesulitan dan kekecewaan tak terelakkan; di sisi lain (organisasi-organisasi Zionis), cuma sejumlah perkumpulan debat yang mandul dan Mañana milik Dr. Herzl yang selalu mengulang-ulang. Sejak saat itu aku berkesempatan meninjau lebih seksama hal ini, dan baru-baru ini di Rumania aku melihat I.C.A. sedang bekerja. Tidak berlebihan jika dikatakan pekerjaan besar itu sudah memasukkan persoalan Rumania—salah satu dari kebingungan-kebingungan utama kaum Yahudi selama 40 tahun terakhir—ke dalam jangkauan penyelesaian yang dekat, dan ini bukan semata-mata opiniku, tapi opini universal orang-orang Yahudi Rumania sendiri. Ini adalah salah satu hal yang I.C.A. telah sedang kerjakan selagi para Zionis bermimpi.
Pendapat kedua Tn. Zangwill adalah bahwa, tanpa disadari, Baron de Hirsch sendiri adalah seorang Zionis, dan bahwa seandainya dia masih hidup dan mengetahui skema milik Dr. Herzl dan menyaksikan progresnya, dia akan sudah tanpa ragu menyumbangkan jutaan kepada sang bendahara Zionis. Baru-baru ini, aku menyadari bahwa berdasarkan sepucuk surat bersahabat ke Palestine Colonization Association, ide yang sama telah diulang, dan kesimpulan-kesimpulan tak berdasar ditarik darinya. Ketika aku melawan asumsi ini dengan bukti pernyataan-pernyataan berulang Baron de Hirsch kepadaku dan yang lain, Tn. Zangwill bilang padaku bahwa Baron tidak mungkin tahu-menahu Zionisme, sebab itu baru diciptakan sesudah kematiannya. Izinkan aku mengakhiri kekeliruan ini untuk penghabisan kali. Skema milik Dr. Herzl eksis jauh sebelum kematian Baron de Hirsch, dan Dr. Herzl bahkan berkonsultasi dengan Baron de Hirsch pada musim panas 1895 terkait itu, dan mencoba mendapatkan dukungannya. Dokumen-dokumen dan surat-menyurat berkenaan dengan negosiasi ini masih ada, dan aku tidak mengeluarkan pernyataan ini tanpa pernah melihatnya. Namun, aku menyebutkan kontroversi ini bukan untuk membuktikan fakta sejarah, tapi untuk menggambarkan jenis pengalaman praktis yang mau tak mau memaksa komunitas Yahudi mengambil keputusan mengenai persoalan Zionis. Efek kontroversi I.C.A., bagiku, adalah membangkitkan di dalam diriku perasaan peka akan bahayanya menghamburkan energi dan sumberdaya (yang dibutuhkan dan sedang dipakai secara sukses untuk penyelesaian permasalahan yang lebih urgen) kepada mimpi-mimpi liar dan tak praktis. Skema Afrika Timur membawaku lebih dalam lagi ke bahaya-bahaya seluruh gerakan tersebut.
Titik awal penyelidikan bagus apapun terhadap validitas argumen yang dikemukakan para Zionis—belum termasuk argumen-argumen tandus berdasarkan persoalan nubuat Alkitab yang sangat kontroversial—harus berupa persepsi jelas tentang prinsip-prinsip utama sejarah Yahudi selama 100 tahun terakhir, dan berupa jawaban pasti terhadap pertanyaan apakah usaha-usaha utama kaum Yahudi selama periode tersebut berhasil, atau apakah mereka gagal dan membawa petaka seperti yang dikatakan para pengikut Dr. Herzl, bukan Dr. Herzl sendiri.
Seratus tahun lalu sebuah harapan baru menyingsing di tengah kaum Yahudi. Tujuannya diindikasikan oleh risalat masyhur “Über die bürgerlicher Verbesserung der Juden”, yang ditulis atas usul Moses Mendelssohn, karangan Christian Wilhelm Dohm. Cara-caranya digambarkan oleh Mendelssohn sendiri dalam terjemahannya yang lebih masyhur lagi, terjemahan Alkitab ke dalam bahasa Jerman klasik. Kedua karya ini menunjukkan jalan menuju kehidupan baru. Keduanya pada hakikatnya meminta kaum Yahudi untuk menerima perpencaran mereka sebagai, dalam bahasa manusiawi, sebuah fakta tak terbatalkan, dan untuk mempraktekkannya ke dalam satu-satunya penerapan logis dengan menuntut hak-hak politik dan penggabungan sosial di tangan bangsa-bangsa yang di tengah-tengahnya mereka dipencarkan oleh kejadian-kejadian samar sejarah. Di saat yang sama mereka mengakui kesuksesan emansipasi sebagian besar bergantung pada orang-orang Yahudi sendiri, dan alhasil mereka mendorong perlunya langkah-langkah praktis terkait asimilasi sosial. Patut dicatat bahwa ajaran ini bukan obat manjur sensasional yang diiklankan dari puncak-puncak rumah oleh para demagog terlatih. Ini tumbuh pelan-pelan dan sederhana dari keadaan yang tak tertahankan, dan ini menampakkan diri lewat hasil-hasil materilnya ketimbang lewat pemaparan sasaran-sasarannya secara sok. Melalui pengaruh senyap dari karakter halus Mendelssohn terhadap orang-orang semisal Lessing dan Lavater, melalui skema-skema edukasi Hartwig Wessely dan sistem sekolah Herz Homberg, melalui stimulus yang diberikan kepada kultur Yahudi dan kepada diskresi yang lebih bersemangat publik dalam konsepsi Yudaisme itu sendiri oleh David Friedländer, Isaac Euchel, Solomon Maimon, dan Lazarus Bendavid, melalui semua itulah perbelokan baru tersebut terbentuk hampir tanpa pertimbangan akan sebuah tipudaya.
Orang-orang yang hari ini mengisyaratkan keraguan terhadap nilai pelayanan yang diberikan orang-orang ini sebaiknya mengingat keburukan-keburukan yang darinya mereka telah menyelamatkan kaum Yahudi—keburukan-keburukan yang memiliki kaitan pasti dengan kegagalan potensial Zionisme baru hari ini. Itu adalah periode yang digambarkan dengan begitu gamblang oleh Graetz sebagai periode “Allgemeine Verwilderung”. Upaya terakhir untuk renasionalisasi Yudaisme oleh Sabbethai Zevi dulu gagal hingga menimbulkan petaka, dan bahkan memalukan. Keputusasaan mengencang pada seluruh golongan Yahudi. Para warganya menatap masa depan dengan hampa dan tidak melihat cahaya redup harapan. Akal-akal hebat yang dulu menghasilkan penyair dan filsuf Zaman Pertengahan, yang bahkan dalam nestapa persekusi paling getir dulu menantang dunia persekutor melalui Piyutim yang berdebarkan tantangan dan berjiwakan keindahan puitis, dan melalui pembelaan polemis Yudaisme yang berani hingga nyaris menista, kini mengamuk dalam keberlebihan Kabalistik, dilumpuhkan oleh bigotri yang tumbuh ke dalam dan stagnan, atau mengkomat-kamitkan slogan-slogan litani yang disalahpahami sebagai semacam obat tidur spiritual. Dulu renasionalisasi adalah satu-satunya harapan, dan itu ternyata hantu penggoda. Itu terbukti mustahil, bukan hanya karena alasan-alasan politik, tapi juga karena kaum Yahudi sendiri tidak lagi memiliki elemen-elemen kebangkitan kehidupan kebangsaan mereka. Mereka terpencar, terbelah, dan poliglot. Bahkan di tempat di mana mereka terutama berkumpul, di situ pengalaman Ghetto mereka telah mentransformasi mereka menjadi sebuah kaum yang sungguh berbeda dari kaum yang bermigrasi dari Yudea 18 abad sebelumnya. Kebiasaan mereka, adat-istiadat mereka, bahasa asli mereka merupakan banyak sekali lencana status yang tak punya tempat dalam susunan masyarakat yang ada atau dalam skema perkembangan sejarah. Pendek kata, mereka sedang berada di titik balik sebuah jalan yang menuntun langsung ke barbarisasi. Dari situasi buruk inilah apa yang hari ini kita sebut Gerakan Mendelssohnian menyelamatkan kita. Obat-obat yang dipergunakannya adalah, dalam domain agama, sebuah ketabahan baru yang didirikan dalam teologi masuk akal dan studi sejarah, dan, dalam domain politik, asimilasi lokal dan emansipasi. Hal-hal ini adalah sasaran yang diusahakan sekuat tenaga oleh tiga generasi terakhir Yahudi.
Nah, para Zionis mazhab praktis meminta kita untuk percaya bahwa sasaran-sasaran ini ternyata delusi paling kosong. Mula-mula mereka bilang seruan renasionalisasi tidak harus tertuju kepada orang Yahudi Barat yang merasa aman dalam emansipasinya; tapi penjaminan ini hanyalah relik dari skema asli milik Dr. Herzl, yang mempertimbangkan sebuah tempat pengungsian biasa saja untuk orang-orang Yahudi korban persekusi tanpa signifikansi Zionis yang esensil, dan itu sudah lama dibuang atas permintaan para fanatik dan di bawah pengaruh pesimisme romantis Dr. Nordan dan Tn. Zangwill. Postulat baru Zionis adalah bahwa Yudaisme sedang melapuk; bahwa emansipasi adalah penipuan; dan bahwa asimilasi adalah kemustahilan etnis. Apakah anggapan-anggapan ini dibenarkan? Apakah kita betul-betul tak membuat kemajuan substansial sejak “Allgemeine Verwilderung” seratus tahun silam? Apakah kita bisa berkata jujur, sambil menghitung raihan-raihan dari periode tersebut, bahwa apa yang kita menangkan tidaklah layak diperjuangkan, bahwa kita tidak menjadi lebih baik, bahwa tidak ada harapan akan kemenangan akhir, dan bahwa sekali lagi kita terpaksa harus menjungkirbalikkan sejarah Yahudi jika hendak menyelamatkan Yudaisme dan kaum Yahudi dari kepunahan?
Aku berpikir kita hanya perlu menyatakan persoalan tersebut dalam beberapa ungkapan semisal ini guna menyadari kerancuan inherennya. Pikirkan sejenak apa yang telah kita lakukan dalam seratus tahun ini. Emansipasi hukum kita telah dimenangkan di setiap negara beradab di dunia kecuali Rusia, Rumania, dan Turki, dan di tanah-tanah itu hak-hak politik kita ditolak justru gara-gara doktrin kebangsaan mundur, yang merupakan salah satu inspirasi utama Zionisme. Adapun tuduhan ketidakriilan dan potensi pembalikan emansipasi-emansipasi ini, kita dapat dengan mudah menenangkan diri kita. Secara luas, kemenangan-kemenangan kita adalah berkat, bukan toleransi atau simpati khusus kepada kaum Yahudi, tapi revolusi dalam konsepsi kebangsaan yang mana fundamental bagi susunan masyarakat modern. Toleransi beragama dan penerimaan naturalisasi, sebagai pengganti doktrin lama berupa kesetiaan tak terhapus kepada negara, adalah prinsip-prinsip yang mengatur emansipasi Yahudi. Mereka mendirikan semacam Persaudaraan Manusia secara ekonomi sebagai pengganti klasifikasi teologis-rasial bangsa-bangsa. Alhasil, mustahil untuk mencabut emansipasi komunitas-komunitas keagamaan yang berbeda pendapat, atau bahkan menghalangi perkembangan penuh mereka tanpa membahayakan serius prinsip-prinsip kebangsaan baru dan sudah berakar dalam.
Judul asli | : | The Zionist Peril<i=11j-j4letIQBgmwvHxqZAhFs5u9iB3aeH 359KB>The Zionist Peril (1904) |
Pengarang | : | Lucien Wolf |
Penerbit | : | Relift Media, Januari 2024 |
Genre | : | Politik |
Kategori | : | Nonfiksi, Makalah |