Islam adalah musuh sengit semua kemajuan dan semua liberalisme. Kembalinya Turki ke Eropa akan berarti pukulan bagi pertumbuhan dan perkembangan kemajuan manusia, dan itu akan berarti bahwa pasukan-pasukan barbarisme kembali didirikan di dalam gerbang-gerbang Eropa.
Dunia Barat menyambut gembira revolusi Young Turks 1908, yang akhirnya mengakibatkan lengsernya rezim Sultan Abdul Hamid dan berdirinya sistem Parlementer di Kekaisaran Utsmani. Kaum Liberal Eropa, yang pada abad 19 menyaksikan ide-ide demokrasi mereka menang di satu persatu negara Eropa, bergembira dengan perluasan nyata ide-ide mereka ini di Timur Dekat. Tapi pada 1922 orang-orang Eropa punya pemahaman lebih luas akan permasalahan Timur dan tidak mungkin akan tertipu oleh Nasionalisme Mustafa Kemal dan para pengikutnya dari Angora.
Kaum Liberal abad lalu hampir sepenuhnya jahil akan mentalitas orang Timur dan tak sadar akan pengaruh besar yang Islam kerahkan atas pikiran bangsa-bangsa Timur. Bahkan di Eropa, gerakan-gerakan liberal abad 19 menempuh tren sangat berbeda di berbagai negara, bertendensi jelas-jelas liberal di satu tempat dan bertendensi nasionalistik, yang sangat berwarnakan reaksioner, di tempat lain. Gerakan-gerakan ini di Jerman, meski menghasilkan pengundang-undangan legislasi liberal, pada prinsipnya membawa pada pembentukan semangat kebangsaan kuat yang dipupuk dan diarahkan oleh Prusia reaksioner, akhirnya mengevolusi keinginan tiranis untuk memperluas kebudayaan Jerman lewat penaklukan, dengan demikian mengubah dan melumpuhkan gerakan liberal orisinil secara besar-besaran. Pengaruh terhadap Hongaria adalah menguatkan rasa kebangsaan, memaksa bangsa Magyra itu menentang perkembangan liberal dan legislasi liberal demi memelihara supremasi kultural dan rasial mereka.
Kaum liberal Eropa, andai mereka kenal mentalitas Islam, dan andai mereka mengikuti bermacam-macam peruntungan gerakan-gerakan liberal di berbagai negara Eropa, akan sudah menyadari bahwa pengenalan ide-ide dan ideal-ideal liberal, yang telah memakan waktu lebih dari seabad untuk matang di Eropa, tak pelak akan berkembang di jalur yang aneh di negara-negara Muslim Timur Dekat.
Orang-orang yang familiar dengan Islam menyadari bahwa saat ini perkembangan liberalisme kultur Islam dan Islamisme tidak bisa direkonsiliasikan. Kekuatan Islam terletak dalam fakta bahwa 90 persen Muslim adalah buta huruf dan bahwa adat-istiadar, moral, filosofi kehidupan, dan etika mereka, di samping sistem sosial dan ekonomi mereka, adalah sistem al-Qur’an yang tak berubah. Di antara persentase kecil Muslim berpendidikan, akal sebagian besarnya ditutup sama sekali oleh ajaran Islam bagi semua ide progresif dan liberal. Selama 13 abad terakhir tak satupun pemikir Muslim berhasil, atau bahkan mencoba, melengserkan tirani intelektual yang dibebankan pada Muslim oleh filsafat Muhammad dan para pengikutnya. Hari ini al-Qur’an masih tetap patokan etika moral, sosial, dan politik di dunia Islam. Tak seorangpun reformis berani mencoba menyerang penyalahgunaan moral, sosial, dan politik dahsyat yang menjadi bagian mencolok dari peradaban-peradaban Islam.
Pada abad 19 dan tahun-tahun pertama abad 20, kaum Muslim Timur Dekat terpengaruh paling buruk oleh gerakan-gerakan liberal di Eropa akibat kehilangan-kehilangan teritorial penting yang diderita Kekaisaran Utsmani. Bangsa Serbia, bangsa Yunani, bangsa Rumania, dan bangsa Bulgaria, satu demi satu, terdesak oleh semangat nasionalistik baru dan intens dan dibantu oleh berbagai Negara Besar Eropa, memperoleh kemerdekaan mereka dari Turki. Imperialisme, sebuah gerakan anti-liberal yang merupakan perkembangan Eropa lainnya di abad lalu, praktisnya merampas Maroko, Tunis, Aljir, dan Mesir dari Turki. Bagi bangsa Turki, satu-satunya bangsa Muslim yang berkuasa dan otonom, liberalisme Eropa tampak sebagai tiada lain agresi baru dunia Kristen terhadap Islam. Pemikiran ini juga dibesarkan oleh fakta bahwa sekolah-sekolah misionaris Prancis, Amerika, dan Britania di Timur Dekat secara tak sadar menanamkan pada ras-ras tundukan Turki—bangsa Yunani, bangsa Armenia, Kristiani Suriah—ide-ide liberal yang subversif terhadap sistem politik Islam dalam memerintah ras-ras non-Muslim.
Banyak Young Turks, setelah bepergian dan belajar di Eropa, lebih terkesan oleh kemampuan pemerintahan dan efisiensi militer negara-negara Eropa daripada terilhami oleh liberalisme Eropa. Di bawah pemerintahan jompo dan tak efisien, mereka melihat Turki ambruk berkeping-keping dan Islam, di segala sisi, ditundukkan oleh Negara-negara Besar Kristen. Menganut pandangan-pandangan liberal maju berupa pemerintahan perwakilan dan reformasi sosial, mereka bergaul dengan elemen-elemen Yunani dan Armenia di Kekaisaran, menjanjikan mereka kesetaraan politik dan toleransi beragama dalam bakal Kekaisaran Utsmani yang direformasi.
Judul asli | : | Islam versus Christianity<i=1X79WrX-xiiihrthdUOr8H-bzd8Pu0B4Q 223KB>Islam versus Christianity (1923) |
Pengarang | : | William Yale |
Penerbit | : | Relift Media, Oktober 2023 |
Genre | : | Politik |
Kategori | : | Nonfiksi, Esai |