Aku dan kau mungkin gemetar di depan fakta besar ini, proyek berani ini dalam ilmu bernegara, tapi kemudian kalian harus ingat bahwa, menurut hukum organik negara kita, kita tidak mengenal kelas selain warga, kita tidak mengenal kewajiban selain perlindungan, tidak mengenal tugas selain kemakmuran rakyat.
“Aku akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi.” (Ulangan 28: 1)
Dengan suara otoritas berkuasa, hari duniawi ini telah ditenangkan ke dalam hening dan sakralnya Sabbat nasional. Dari savana-savana dan prairi-prairi, dari lembah-lembah dan gunung-gunung, dari Atlantik hingga Pasifik, lebih dari 50 juta orang merdeka telah diundang untuk berkumpul mengelilingi altar-altar Tuhan para bapak kita, dan menuangkan persembahan syukur mereka kepada Dia pemberi segala kebaikan dan karunia sempurna. Jika di masa lalu bangsa-bangsa membuat pengakuan publik atas dewa-dewa yang telah memimpin nasib mereka, menurut keyakinan dan praktek mereka, maka beralasan dan sangat pantas kita, sebagai kaum Kristen, yang tercerahkan tak seperti kaum lain, yang dilebihkan tak seperti bangsa lain, mestinya satu kali dalam dua belas bulan mentahbiskan satu hari untuk mengakui Dia yang singgasana-Nya ada di lingkaran surga, Dia yang dermawan kepada petani, Dia jenius keahlian, Dia inspirasi pedagang, dan yang dari-Nya berasal semua doa pribadi, rumahtangga, sosial, dan bangsa yang menjadikan kita kaum bahagia dan menjadikan hari ini patut dikenang dalam tarikh waktu.
Jika tahun yang mengakhiri hari ini telah ditandai dengan kepelikan, itu juga telah dibedakan dengan kebaikan. Jika hukuman telah datang kepada kita sebagai individu, keluarga, komunitas, dan sebagai bangsa; jika gempa, dan tornado, dan kebakaran besar, telah berpadu untuk mengajari kita kebergantungan pada Entitas Tertinggi—semua ini mestinya dijunjung sebagai pendeta-pendeta Yang Tertinggi untuk mengajari kita bahwa kita adalah pensiunan yang mengandalkan karunia tak terhingga Yang Maha Kuasa; bahwa dalam kemakmuran kita, kita mesti mengingat rahmat-Nya; dalam kesengsaraan kita, kita mesti menyesali pelanggaran kita.
Adalah jelas bagi pengamat paling sepintas pun bahwa tahun lalu sangat signifikan dalam perwujudan-perwujudan tuntunan dan kebaikan ilahi. Hari ini perdamaian merajalela di seluruh daerah kekuasaan luas kita. Tak ada musuh asing menginvasi pesisir kita. Betapa lebih unggul keadaan kita kontras dengan para tetangga kita di sisi bumi ini. Kontras dengan Amerika Tengah dan Selatan, rumah pergolakan dan salah atur, di mana kejahilan, dipadukan dengan Kristen menyimpang, telah mempergelap dan memperbudak; di mana roda-roda industri telah dirintangi dan defile menuju peradaban lebih tinggi dihalangi—betapa tegas kontras antara dua seksi benua kita ini—sebuah kontras yang tentu memberi isyarat kepada setiap akal yang berpikir dan membangkitkan pertanyaan apakah ini dikarenakan oleh apa yang disebut kebetulan kehidupan bangsa atau apakah ini hasil dari kejeniusan pemerintah yang mahamulia dan agama yang ilahi. Dan jika kita tujukan mata kita melewati lautan dalam ke bangsa-bangsa paling dilebihkan di seberang Atlantik, kontrasnya mengilhamkan emosi-emosi syukur, dan kita sama-sama tergiring untuk merenungkan sebab-sebab yang telah melahirkan kondisi yang begitu menguntungkan untuk kita. Bangsa-bangsa paling dimuliakan di Eropa, negara-negara yang telah hidup melalui lebih dari satu milenium, hari ini digoncang oleh kekacauan internal. Institusi-institusi itu, yang telah turun-temurun dari masa lalu tua, yang telah dianggap menonjol dalam kasih-sayang dan keimanan umat manusia, kini jatuh tumbang. “Gelisah kepala yang mengenakan mahkota,” entah pria atau wanita; dan tak satupun pemerintah di Eropa aman damai. Tanda bahaya mendiami istana. Ketakutan, seperti hantu berdarah, menghantui singgasana, dan bangsa-bangsa luas Eropa, dengan semua agrikultur, perdagangan, dan manufaktur mereka, dan semua ketinggian hukum dan peraturan agama mereka, dipelihara tetap dalam perdamaian tak pasti oleh tak kurang tiga juta orang yang bersenjata lengkap; sementara di negara ini, yang begitu luas daerah kekuasaannya, begitu kompleks populasinya, dari Utara sampai Selatan, dari Timur sampai Barat, dijaga tetap damai, bukan oleh angkatan darat yang berdiri atau angkatan laut yang mengapung, tapi oleh perasaan moral, nurani sigap, pelindung rumah-rumah kita, altar-altar kita, dan bangsa kita.
Tentu saja petani berada paling dekat dengan Tuhan. Agrikultur mendasari semua kekayaan bangsa. Petani melayani kebutuhan raja dan pangeran, presiden dan senator; petani harus dijunjung sebagai medium langsung berkah yang melaluinya Tuhan mewujudkan kebaikan-Nya kepada bangsa ini. Kita sudah biasa dengan hasil panen fenomenal semacam itu sehingga hampir tak usah dikatakan bahwa produksi pertanian tahun lalu fenomenal. Bahkan terdapat kekayaan di tanah, kekayaan di tambang, kekayaan, di lautan, yang membangkitkan ketakjuban dan kekaguman dalam pikiran orang-orang di seberang laut—sebab adalah fakta statistik bahwa produk-produk pertanian kita untuk tahun yang hampir berakhir memiliki nilai tidak kurang dari 3.500 juta dolar. Betapa sulit memahami fakta ini! 1.700 juta gantang jagung, bernilai 580 juta dolar; 450 juta gantang gandum, bernilai 355 juta dolar; 6,5 juta bal kapas, ditaksir bernilai 250 juta dolar. Dan mencakup semua produk pertanian lain, petugas statistik Pemerintah menaksir nilainya 3.500 juta dolar. Dan ini hanyalah pengulangan tahun-tahun sebelumnya. Tidak! Itu melampaui tahun-tahun sebelumnya! Adalah fakta besar bahwa 1,5 juta mil persegi tanah yang ditanami di negara ini yang kini dibajak bisa memberi makan 1.000 juta orang, dan kemudian kita bisa saja memiliki 5.000 juta gantang padi-padian untuk ekspor.
Dalam sepuluh tahun, dari 1870 sampai 1880, kita menghasilkan lebih dari 700 juta dolar logam mulia, dan tahun lalu nilainya ditaksir 75 juta dalam bentuk emas dan perak; dan melebihi angka-angka kolosal dan fenomenal ini, orang-orang manufaktur hebat kita dalam satu tahun terakhir telah menghasilkan valuasi tak kurang dari 5.000 juta dolar. Akal akan tergoncang di hadapan fakta-fakta dahsyat ini.
Kemudian kekayaan nasional kita sama fenomenalnya dengan produk tahunan tanah, tambah, keterampilan, dan perdagangan. Pada 1880, kekayaan nasional kita ditaksir 44.000 juta dolar, yang dapat membeli seluruh Rusia, Turki, Italia, Afrika Selatan, dan Amerika Selatan—tanah-tanah yang dihuni oleh tak kurang dari 177 juta orang. Kekayaan nasional besar ini melebihi kekayaan Britania Raya dengan selisih 275 juta dolar. Kekayaan Inggris adalah hasil pertumbuhan berabad-abad, sementara kekayaan kita, paling banyak, bisa dikatakan hasil pertumbuhan satu abad. Bahkan, faktanya adalah bahwa sebagian besar kekayaan kita diciptakan dalam 20 tahun terakhir. Pada 1860 kekayaan nasional kita ditaksir 16.000 juta dolar. Tapi dari 1860 sampai 1880 kekayaan kita bertambah 28.000 juta dolar—10.000 juta lebih banyak daripada seluruh kekayaan Kekaisaran Rusia. Dari 1870 sampai 1880, sepuluh tahun, pertambahannya adalah 20.000 juta. Ini tak ada tandingannya. Tentu fakta-fakta besar ini menuntut Presiden AS untuk memanggil orang-orang merdeka negara ini ke altar keagamaan mereka untuk memanjatkan syukur dan pujian kepada Dia yang darinya berasal semua berkat ini; sebab di tangan-Nya-lah sumberdaya kekayaan nasional. Bersama-Nya adalah para pelayan kebaikan dan keburukan. Dia mampu membariskan serangga. Dia mampu membangkitkan malaria. Dia mampu memanggil tornado. Dia mempu menghentakkan kaki-Nya dan menghancurkan bumi dengan kelabakan gempa. Para pelayan keburukan ada bersamanya, dan berdiri dengan mata terpejam dan sayap terlipat di sekeliling singgasana-Nya, tapi tidak dengan kuping tuli, menanti mendengar panggilan-Nya, “Pergilah.” Begitu pula di sekeliling singgasana-Nya berdiri banyak malaikat, yang dalam bunyi langkah kakinya berkembang panen keemasan; yang mempercepat kejeniusan manusia di darat, di samudera, ahli, tukang, cendekiawan, filantropis, dan patriot. Melalui sumber-sumberdaya kebaikan dan keburukan inilah, pelayan abadi Tuhan yang maha besar, kita belajar ketergantungan kita kepada-Nya; dengan kesopanan sebaik-baiknyalah bangsa Kristen ini mengakui-Nya sebagai Tuhan atas semua dan diberkati selamanya.
Sangatlah patut pada hari nasional seperti ini, berdiri di hadapan rahmat-rahmat fenomenal ini, limpahan-limpahan tertinggi ini, kita membedakan diri kita dari bangsa-bangsa benua kita sendiri dan dari bangsa-bangsa paling dilebihkan di seberang laut.
Sudah sepantasnya kita menyelidiki maksud ilahi dalam menempatkan kita di antara bangsa-bangsa bumi, dan apa misi besar kita. Ada fakta-fakta tertentu yang menubuatkan—sebab fakta sama fasihnya dalam pengumuman nubuatik seperti halnya bibir nabi atau peramal. Kita mesti ingat bahwa lokasi kita adalah segalanya bagi kita sebagai sebuah kekuatan nasional kecerdasan dan kekayaan, dan bahwa lokasi ini mengikuti kemakmuran dan kebesaran bangsa. Mungkin luput dari perhatianmu bahwa sekeliling globe ini adalah zona sempit, antara garis lintang sejajar utara 30 dan 60, dan di dalam zona sempit itu adalah rumah kita. Di dalam sabuk kekuatan itu telah eksis semua bangsa-bangsa besar masa lalu, dan di dalamnya eksis semua bangsa-bangsa besar masa kini. Ada apa di lingkar berpesona ini, di zona dilebihkan ini, yang mendatangkan kekuatan kebangsaan? Kita mungkin mengerutkan zona ini sebanyak 10 derajat dan hasilnya tetap sama. Benar bahwa utara zona ini terdapat bangsa-bangsa kaya, mewah, dan berpengaruh. Selatan zona ini adalah Mesir, Arabia, dan India, dan bangsa-bangsa lain yang hidup dalam kemegahan. Tapi kaum-kaum yang mengarahkan pemikiran umat manusia, yang menciptakan filosofi untuk ras, yang memberi yurisprudensi, sejarah, oratori, puisi, seni, sains, dan pemerintahan memadati zona supremasi ini, sabuk ajaib kemakmuran nasional ini. Periksa globemu, dan ada Yunani, yang memberi sastra kepada dunia; Roma, yang memberi yurisprudensi kepada umat manusia; Palestina, yang memberi agama kepada ras kita. Dan hari ini ada Jerman, yang memberi seorang Luther kepada gereja dan seorang Gutenberg kepada sains, dan ada Inggris yang sedang mengayunkan momok kuatnya di darat dan laut. Lokasi kita mengikuti kekuasaan ini—di dalam zona ajaib ini. Tentu ada sebuah takdir yang diramalkan oleh fakta besar ini, dan adalah bijak belaka bagi kita sebagai orang-orang merdeka cerdas pada hari nasional ini untuk mempertimbangkan signifikansi nubuat. Rumah nasional kita bukan di tengah-tengah salju kutub Rusia Utara, bukan pula pasir membakar Afrika Tengah, tapi membentang di kawasan cantik zona sedang, itu terletak terlalu jauh di selatan untuk terikat dalam rantai embun beku abadi, dan terlalu jauh di utara untuk terbenam di bawah pengaruh matahari tropis yang melemaskan. Walaupun di sisi khatulistiwa yang ditakdirkan sebagai wadah besar kehidupan manusia, tetap saja itu terlalu jauh dari kekuatan-kekuatan dunia lama yang bermusuhan sehingga tidak menjadi korban dari penyimpangan mereka atau dari beratnya gabungan pasukan mereka. Dengan garis pantai yang menyamai keliling globe, dan dengan navigasi sungai yang meniru ukuran luas itu, daerah kekuasaan nasional kita hanyalah seperenam lebih sedikit daripada daerah kekuasaan enam puluh negara—republik, kerajaan, dan kekaisaran—Eropa. Bahkan, itu setara dengan daerah kekuasaan luas kuno Roma, yang memanjang dari sungai Eufrat ke samudera Barat dan dari tembok Antoninus ke Pegunungan Bulan.
Lokasi kita adalah untuk suatu maksud. Sebab jika aku dan kau meyakini misi individu-individu yang melaksanakan maksud-maksud Tuhan, kita harus meyakini misi bangsa-bangsa untuk peninggian umat manusia menuju masa depan yang lebih baik.
Dan, saudara-saudara senegaraku, sama signifikannya bahwa kita berdiri di atas semua bangsa dalam asal-usul kita. Kita meneruskan apa yang bangsa-bangsa lain tinggalkan. Tak tertandingi dalam hal kemewahan dan kemegahan timur, Asyur berasal dari segerombol pemburu. Akbar dalam piramida, obelisk, dan sphinx mereka, Mesir naik dari ras yang dipandang rendah umat manusia. Besar dalam yurisprudensi, memberi hukum kepada dunia, Romawi datang dari segerombol perompak di ketujuh bukit yang telah dijadikan abadi oleh kejeniusan perang; dan bangsa itu, yang penyair-penyairnya kita salin, yang orator-oratornya kita coba tiru, yang kejeniusan artistiknya menjadi kebanggaan ras, datang dari para barbar, para kanibal; dan bangsa-bangsa di seberang laut itu, yang mengayunkan momoknya di darat dan laut, berasal dari para barbar bercat—sebab demikianlah para aborigin Albion’s Isle yang bangga itu ketika Caesar menginvasi pesisir-pesisirnya.
Kakek-moyang kita berdiri di puncak umat manusia. Ingatlah konvensi konstitusi kita. Boleh jadi tak ada konvensi semacam itu pernah berkumpul di aula-aula sebuah bangsa. Konvensi itu, terdiri dari 55 orang, dan orang-orang sedemikian hebat! Mereka adalah raksasa dalam intelektualitas, dalam karakter moral; semuanya menduduki kedudukan sosial tinggi; 29 adalah orang universitas, dan mereka yang bukan orang perguruan tinggi adalah orang-orang dengan intelek kekaisaran dan akal sehat berwibawa. Di pertemuan demikian ada Franklin, filsuf mulia; Washington, yang selalu ditakzimkan sebagai patriot dan filantropis; dan Madison dan Hamilton, dua di antara pemikir-pemikir paling mendalam di zaman itu atau lain. Itu adalah salah satu dari keajaiban-keajaiban yang kita mesti ingat, dan kita berhak bangga akan itu; tapi dalam kebanggaan kita, kita tidak boleh gagal memastikan mengapa Yang Maha Kuasa sampai memulai kita sebagai sebuah bangsa di puncak umat manusia—ditebus, dididik, dan dibuat akbar oleh pengaruh-pengaruh Kristen yang ilahi. Orang-orang itu bukan kolonis belaka, pun patriotisme mereka tidak terbatas. “Tak ada Utica terkurung” yang bisa membatasi patriotisme mereka, sebab orang-orang itu menggenggam prinsip fundamental hak asasi manusia. Bahkan, mereka mendeklarasikan kebenaran tertinggi kemanusiaan, tidak meninggalkan apapun untuk ditambahkan sejak saat itu, meski satu abad sudah berlalu. Modifikasi-modifikasi besar telah mendatangi pemerintah-pemerintah Eropa. Beberapa perubahan telah terjadi dalam kehidupan nasional kita. Tapi aku menyeru ingatan cerdas kalian, penilaian kalem kalian, apakah ada yang ditambahkan pada deklarasi hak kita, deklarasi yang didirikan di atas konstitusi alam. Orang-orang ini menyuarakan persaudaraan ras [manusia]. Semua deklarasi lain sebelum ini hanyalah untuk dinasti-dinasti, atau paling-paling etnis. Tapi orang-orang itu menyapu cakrawala kemanusiaan. Orang-orang ini boleh dibilang membangkitkan berabad-abad waktu yang akan datang, dan di hadapan abad-abad itu mendeklarasikan bahwa semua manusia diciptakan merdeka dan setara.
Mereka tak hanya mendeklarasikan kebenaran tertinggi hak asasi manusia, tapi mereka menguras hak revolusi. Mereka menciptakan sebuah konstitusi yang didirikan di atas kehendak rakyat, didasarkan pada deklarasi hak agung kita, mencakup hak manusia yang tidak dapat dicabut yakni hak untuk hidup, bebas, dan bahagia. Instrumen yang diciptakan oleh kejeniusan mereka bisa dikembangkan oleh kebutuhan-kebutuhan waktu yang akan datang, dimodifikasi dalam hubungan-hubungan subordinat yang mungkin diusulkan oleh keadaan-keadaan darurat dan perkembangan ras kita. Maka di sinilah jari-jari agung nubuat menunjukkan masa depan kita.
Dan kita sudah sama-sama dilebihkan dalam populasi kita, entah kita mengambil orang-orang Puritan yang mendarat di New Engand, orang-orang Belanda yang mendarat di New York, atau orang-orang Inggris yang memadati Maryland dan Virginia. Mereka adalah keluarga-keluarga kelas satu. Terutama kita menelusuri ke belakang dengan bangga bahwa kejeniusan gilang-gemilang untuk kebebasan, untuk kecerdasan, untuk pengabdian yang diwujudkan oleh para pria dan wanita heroik yang, di tengah tandusnya musim dingin hebat, mendarat di sebuah batu gundul untuk mentransformasi belantara luas, yang dikelanai manusia liar, menjadi taman di mana tumbuh bunga-bunga dan buah-buah kebebasan.
Kita kadang mencela karakter kosmopolitan populasi kita. Namun, adalah fakta bahwa darah terbaik dunia lama datang kepada kita sampai sepuluh tahun terakhir—bukan orang-orang lapuk, buntung, jompo; sebab lebih dari 50 persen dari orang-orang yang datang adalah berumur 15 sampai 30, dan telah tumbuh menjadi warga terhormat dalam komposisi masyarakat konstitusional kita. Mereka datang bukan sebagai orang fakir. Banyak dari mereka datang masing-masing membawa 70 dolar, sebagian 180 dolar, dan secara agregat mereka membawa jutaan dolar.
Namun, telah ada perubahan, perubahan nyata, dalam karakter orang-orang dari pesisir asing itu dalam satu dasawarsa terakhir. Waktu tersebut adalah ketika kita menyambut setiap orang yang mungkin berimigrasi ke negara ini; ketika kita membuka gerbang-gerbang kita lebar-lebar; ketika dalam orasi-orasi 4 Juli kita, kita memproklamirkan ini sebagai suaka orang-orang tertindas, rumah orang-orang terinjak. Tapi dalam proses waktu, kesempatan besar yang diberikan kepada bangsa-bangsa dunia lama ini jadi disalahgunakan, dan hari ini merupakan sumber terbesar bahaya nasional kita. Kita sekarang terpaksa menghentikan semua jalur imigrasi; terpaksa mengatakan kepada kaum-kaum dunia lama bahwa ini bukan Afrika baru, bukan pula Irlandia baru, bukan pula Jerman baru, bukan pula Italia baru, bukan pula Inggris baru, bukan pula Rusia baru; bahwa ini bukan rumah bordil untuk Mormon, bukan fetis untuk negro, bukan negara untuk napi bebas bersyarat; bukan tempat untuk kriminal dan fakir Eropa; tapi negara ini adalah untuk manusia—manusia dalam kecerdasanya, manusia dalam moralitasnya, manusia dalam kecintaannya pada kebebasan, manusia, siapapun dia, dari manapun datangnya. [Teriakan amin, diikuti tepuk tangan.]
Waktunya telah tiba untuk kita menghentikan semua jalur itu, dan jika kita tidak menutup gerbang-gerbang, kita mesti membukanya sedikit. Kita mesti melakukan dua hal: Pertama, mendeklarasikan bahwa negara ini adalah untuk orang Amerika. [Tepuk tangan.] Ini bukan untuk orang Jerman, bukan pula untuk orang Irlandia, bukan pula untuk orang Inggris, bukan pula untuk orang Spanyol, bukan pula untuk orang China, bukan pula untuk orang Jepang, tapi ini untuk orang Amerika. [Teriakan amin dan tepuk tangan.] Aku hari ini tidak sedang menghidupkan seruan Know Nothing1, sebab aku dengan gembira mengatakan bahwa aku bukan seorang know nothing dalam pengertian apapun. [Gelak tawa.] Pun aku tidak sedang menghidupkan apa yang boleh disebut seruan lama Penduduk Asli Amerika, sebab kita sudah hidup melampaui itu. Tapi aku sederhananya sedang mendeklarasikan bahwa Amerika adalah untuk orang Amerika Tipikal. Dengan kata lain, bahwa kita ditentukan oleh semua yang dihormati dalam hukum, oleh semua yang energetik dalam agama, semua yang dihormati oleh altar dan tempat duduk perapian kita, bahwa negara ini tidak akan menjadi tak Amerika.
Judul asli | : | America for Americans<i=1z1CR7c8JzSTlJREr4Z8hAQrAgLnjqJkY 427KB>America for Americans (1886) |
Pengarang | : | John P. Newman |
Penerbit | : | Relift Media, September 2023 |
Genre | : | Sosial |
Kategori | : | Nonfiksi, Khotbah |