Adakah pemandangan yang lebih familiar bagi kalian daripada pemandangan vista di sebuah jalan panjang? Siapa orangnya yang tidak memandang berkali-kali—dengan mata penuh harap—ke sebuah jalan dan mengukur kedalamannya.
Mengapa manusia punya dua mata?
Agar simetri elok wajahnya tak dapat diutak-atik, jawab seniman. Agar mata keduanya dapat menjadi pengganti untuk mata pertamanya jika hilang, kata ekonom berpandangan jauh. Agar kita dapat menangis dengan dua mata atas dosa-dosa dunia, jawab pengikut agamis.
Opini-opini ganjil! Tapi kalau kau sampai mendekati seorang ilmuwan modern dengan pertanyaan ini, kau bakal menganggap dirimu beruntung jika lolos dengan penolakan yang tak terlalu kasar. “Maafkan aku, nyonya, atau tuan yang terhormat,” dia akan berkata, dengan ekspresi galak, “manusia tidak memenuhi suatu tujuan dalam kepemilikan matanya; alam bukan orang, dan karenanya tidak sevulgar itu sampai mengejar tujuan-tujuan macam apapun.”
Masih jawaban yang tak memuaskan! Aku dulu kenal seorang profesor yang suka menutup mulut murid-muridnya dengan kengerian jika mereka mengajukan pertanyaan tak ilmiah seperti itu.
Tapi tanyalah orang yang lebih toleran, tanyalah aku. Aku, terus-terang kuakui, tidak tahu persis mengapa manusia punya dua mata, tapi alasannya sebagian adalah, kupikir, agar aku dapat melihat kalian di sini di hadapanku malam ini dan berbicara denganku mengenai subjek menarik ini.
Lagi-lagi kalian tersenyum tak percaya. Nah, ini adalah salah satu dari pertanyaan-pertanyaan yang tak bisa dijawab oleh gabungan seratus orang bijak. Sejauh ini kalian sudah mendengar baru lima di antara orang-orang bijak ini. Kalian tentu tak ingin mendengar pendapat dari sembilan puluh lima sisanya. Terhadap opini pertama kalian akan menyahut bahwa kita akan terlihat sama eloknya andai terlahir dengan satu mata saja, seperti para Siklop; terhadap opini kedua, bahwa kita akan jauh lebih baik, menurut prinsip si ekonom, andai kita memiliki empat atau delapan mata, dan bahwa dalam hal ini kita jauh lebih inferior daripada laba-laba; terhadap opini ketiga, bahwa kalian sedang tidak mood untuk menangis; terhadap pendapat keempat, bahwa larangan total terhadap pertanyaan itu membangkitkan ketimbang memuaskan rasa penasaranmu; sementara aku, kalian akan mengalahkanku dengan bilang bahwa kesenanganku tidak sekuat yang kupikirkan, dan tentu tidak cukup besar untuk menjustifikasi eksistensi dua mata pada manusia sejak jatuhnya Adam.
Tapi karena kalian tidak puas dengan jawaban ringkas dan jelasku, kalian hanya bisa menyalahkan diri kalian sendiri atas akibat-akibatnya. Sekarang kalian harus simak penjelasan lebih panjang dan lebih terpelajar, sebagaimana yang sanggup kuberikan.
Akan tetapi, berhubung gereja sains menghalangi pertanyaan “Mengapa?”, mari kita mengekspresikan perkara ini secara murni ortodoks: Manusia punya dua mata, apa yang bisa dia lihat lebih dengan dua dibanding dengan satu?
Ayo jalan-jalan denganku! Kita lihat di hadapan kita sebuah hutan. Apa yang menjadikan hutan sungguhan ini berbeda begitu indah dari hutan hasil lukisan, tak peduli seberapa sempurna pelukisannya? Apa yang menjadikan yang satu begitu jauh lebih cantik daripada yang lain? Apakah kegamblangan warnanya, persebaran cahaya dan bayangannya? Kupikir bukan. Sebaliknya, menurutku dalam hal ini pelukisan bisa mengerjakan sangat banyak.
Tangan mahir si pelukis bisa mengsimsalabim, dengan beberapa goresan kuasnya, bentuk-bentuk kekenyalan luar biasa. Dengan bantuan sarana lain, lebih banyak lagi bisa dicapai. Foto relief-relief sedemikian kenyalnya sampai kita sering mengira bisa sungguh-sungguh memegang elevasi dan depresinya.
Tapi satu hal yang tak pernah bisa diberikan si pelukis dengan kegamblangan yang diberikan oleh alam—perbedaan dekat dan jauh. Di hutan sungguhan kau paham dengan jelas bahwa kau bisa memegang beberapa pohon, tapi yang lainnya jauh tak tergapai. Gambar karya si pelukis kaku. Gambar hutan sungguhan berubah terhadap pergerakan sekecil apapun. Kadang dahan ini tersembunyi di belakang dahan itu; kadang dahan itu tersembunyi di belakang dahan ini. Pohon-pohonnya bergantian kelihatan dan tak kelihatan.
Judul asli | : |
Why Has Man Two Eyes? Wozu hat der Mensch zwei Augen?<i=16fziHSB4qbD8_8neOLAHu9XEENMCyQZ4 494KB>Why Has Man Two Eyes?<br/> Wozu hat der Mensch zwei Augen? (1867) |
Pengarang | : | Ernst Mach |
Penerbit | : | Relift Media, Juni 2022 |
Genre | : | Sains |
Kategori | : | Nonfiksi, Lektur |