Aku tak mengerti bagaimana mungkin melihat begitu banyak lewat pipa sekecil itu. Ah, aku hampir mengira bisa melihat lebih banyak di ruangan itu daripada dengan mataku sendiri.
Apa yang Clare Kendall pikirkan nampak keesokan harinya.
“Ada sesuatu yang mau kucoba,” ungkapnya sukarela, jelas tak sanggup memendamnya lebih lama lagi. “Aku punya rencana—atau setengah rencana. Tidakkah menurutmu tepat kalau kita, di bawah kondisi ini, menelepon Jaksa Distrik Carton, memberitahunya apa yang sudah kita capai dan menaruh kepercayaan padanya? Barangkali dia bisa usulkan sesuatu. Bagaimanapun kita semua harus bekerjasama, sebab akan ada pertarungan hebat ketika mereka tahu kita sudah sejauh apa.”
“Ide bagus,” Craig sependapat.
Dua puluh menit kemudian kami duduk di kantor Jaksa Distrik di Criminal Courts Building, menuangkan riwayat perkembangan kami sejauh ini ke telinganya yang simpatik.
Carton tampak senang—sewaktu Kennedy lanjut menguraikan kasus—akan fakta bahwa dia dan Nona Kendall merasa memungkinkan untuk bekerjasama. Pengalamannya sendiri dalam mencoba membuat pihak lain, terutama polisi, untuk bekerjasama dengan kantor Jaksa Distrik, justru kebalikannya.
“Semoga kau bisa mendapatkan jenis bukti yang tepat yang memberatkan geng Montmartre itu,” desahnya. “Mereka geng juga—geng kelas atas. Bahkan—well, itu harus didapat. Tempat itu noda bagi kota ini. Polisi belum pernah benar-benar mencoba mendapatkan bukti apapun tentangnya. Nona Kendall tak pernah bisa, kan? Kuakui aku belum pernah. Sudah dipahami bahwa nyaris mustahil membuktikan sesuatu yang memberatkannya. Mereka terang-terangan menantang kita. Keadaan ini tidak boleh terus berlangsung. Itu mendemoralisasi semua pekerjaan kita yang lain. Cuma satu pukulan telak pada Montmartre dan kita bisa dorong setiap bajingan busuk ini ke persembunyian.” Dia menggebukkan tinjunya ke meja, berputar di atas kursinya, dan menekankan kata-katanya dengan telunjuk.
“Tapi, aku tahu, sebagaimana kalian semua di ruangan ini tahu, bahwa polisi dan para politisi disogok oleh tempat itu dan bahkan oleh semua tempat di sana. Jika kita mau berbuat sesuatu pada mereka, itu harus dibuktikan. Itu langkah pertama dan aku senang seluruhnya bergantung pada kasus Blackwell. Orang-orang selalu duduk tegak dan memperhatikan ketika ada sesuatu yang bersifat pribadi dilibatkan, suatu ketertarikan manusiawi yang bahkan koran-koran bisa lihat. Gerombolan Montmartre itu, siapapun mereka, harus dibuat merasakan lengan kuat hukum. Itulah yang akan kulakukan dalam jabatan ini. Nah, Kennedy, pasti ada suatu cara untuk menangkap basah para bajingan itu.”
“Mereka bukan bajingan biasa, kau tahu,” renung Kennedy.
“Aku tahu. Tapi kau dan Nona Kendall dan Jameson harusnya bisa memikirkan sebuah skema.”
“Tapi kau paham, Tn. Carton,” seling Clare, “ini situasi yang benar-benar baru. Pembongkaran kasus perjudian, tindak asusila, dan sogok olehmu telah membuat mereka semua begitu waspada sampai-sampai mereka tidak mau memindahkan selembarpun uang kertas dari saku kanan ke saku kiri karena takut itu ditandai.”
Carton tertawa.
“Well, kalian kombinasi yang benar-benar baru melawan mereka. Coba kupikir; kalian ingin usul. Kenapa tidak kau gunakan detektapon saja—bikin Buku Hitam kecil milik kita sendiri?”
Kennedy menggeleng.
“Detektapon oke-oke saja, seperti yang Dorgan tahu. Itu mungkin berhasil lagi. Tapi kupikir aku tak mau mengambil resiko. Tidak, para penerima sogok ini tidak akan bilang ‘Terimakasih’ di atas perahu terbuka di tengah samudera, karena takut nirkabel sekarang. Mereka sudah belajar banyak hal belakangan ini. Tidak, harus sesuatu yang baru. Apa yang kau tahu tentang sogok-menyogok di atas sana?”
“Orang-orang yang menjalankan tempat-tempat di jalan lima puluhan itu sedang menghasilkan bertong-tong uang,” rangkum Carton cepat-cepat. “Tak seorangpun pernah mencampuri urusan mereka. Aku juga tahu dari sumber-sumber terpercaya bahwa polisi ‘mendapatkan jatahnya’. Tapi walau aku tahu itu, aku tak bisa membuktikannya; aku bahkan tak bisa memastikan siapa yang mendapatkannya. Tapi sekali seminggu seorang juru tagih kepolisian mampir di distrik itu dan memeras mereka semua. Ya ampun, hari ini harinya. Masalahnya, mereka sudah menjadikan urusan itu sangat diam-diam, sampai tak seorangpun tahu apa-apa tentang itu kecuali para kepala—bahkan tidak para agen. Aku rasa kau benar soal detektapon.”
Judul asli | : | The Portrait Parle<i=17dh5v9R5RUcLaC_SkiKN42h-8CKawJR1 402KB>The Portrait Parle (1916) |
Pengarang | : | Arthur B. Reeve |
Seri | : | Geng Politik #12 |
Penerbit | : | Relift Media, Juni 2021 |
Genre | : | Detektif |
Kategori | : | Fiksi, Cerpen |