Majnun dilanda nestapa dan meninggalkan rumah dan keluarganya dan menghilang ke gurun di mana dia menempuh hidup menyendiri nan sengsara di antara binatang-binatang liar. Di gurun inilah Majnun menghabiskan hari-harinya menggubah puisi untuk sang tercinta.
Qais bin al-Mulawaah masih remaja saat dia jatuh cinta pada Laila al-Aamiriya. Dia yakin akan cinta ini sejak hari pertama memandangnya di maktab (sekolah tradisional). Dia segera mulai menulis puisi-puisi cinta indah tentang Laila dan membacakannya dengan lantang di sudut-sudut jalan kepada siapapun yang mau mendengar. Ekspresi cinta dan sayang yang menggebung-gebu itu membuat sukunya, Banu ‘Amir, dan masyarakat menjulukinya Majnun, yang berarti “kesurupan jin” atau “gila”.
Suatu hari, saat mereka dewasa, Majnun menemukan keberanian untuk meminang Laila, tapi ditolak oleh ayahnya. Pernikahan seperti itu, argumen ayahnya, hanya akan menimbulkan pergunjingan. Tidak pantas puterinya menikah dengan seseorang yang disebut gila oleh setiap orang. Alih-alih, Laila diikrarkan pada orang lain—saudagar ningrat dan kaya dari suku Thaqif di Ta’if.
Majnun dilanda nestapa dan meninggalkan rumah dan keluarganya dan menghilang ke gurun di mana dia menempuh hidup menyendiri nan sengsara di antara binatang-binatang liar. Di gurun inilah Majnun menghabiskan hari-harinya menggubah puisi untuk sang tercinta.
Laila dipaksa menikah dengan pria lain ini, walaupun dia tidak mencintainya karena hatinya masih bertaut pada Majnun. Tapi meski tak mencintai suaminya, dia anak yang berbakti, sehingga tetap menjadi isteri yang setia.
Judul asli | : |
Layla and Majnun ليلى و مجنون<i=1cUrCLtLWEjDMASlwq6nPRrSVEu0IAIfn 193KB>Layla and Majnun<br/>ليلى و مجنون (1188) |
Pengarang | : | Niẓāmi Ganjavi |
Penerbit | : | Relift Media, Desember 2019 |
Genre | : | Folklor |
Kategori | : | Fiksi, Cerpen |