Mulai dari situ aku hanya ingat samar-samar ke mana aku pergi. Satu hal yang kusadari sepenuhnya adalah panas hebat, naik dari trotoar aspal berdebu seperti gelombang yang hampir dapat diraba.
Aku telah mengalami hari paling luar biasa dalam hidupku, dan mumpung peristiwa itu masih segar dalam ingatan, aku ingin menuliskannya di atas kertas sejelas mungkin.
Izinkan aku mengatakan dari awal bahwa namaku James Clarence Withencroft.
Aku 40 tahun, sehat sempurna, tak pernah kena penyakit barang sehari pun.
Secara profesi aku adalah seniman, tidak begitu sukses, tapi aku menghasilkan cukup uang dengan pekerjaan hitam di atas putih untuk memenuhi kebutuhan pokok.
Satu-satunya kerabat dekat, seorang saudara perempuan, meninggal lima tahun lalu, jadi aku berdiri sendiri. Pagi ini aku sarapan jam sembilan, dan setelah membaca sepintas koran pagi aku menyalakan pipa dan membiarkan pikiranku berkelana dengan harapan menemukan suatu subjek untuk pensilku.
Kamar panas tak tertahankan, padahal pintu dan jendela-jendela terbuka, dan aku baru saja memutuskan bahwa tempat paling sejuk dan paling nyaman di lingkunganku adalah ujung jauh kolam renang umum, ketika muncul ide.
Aku mulai menggambar. Saking asyik dengan pekerjaan, aku sampai tak menyentuh makan siangku, hanya berhenti bekerja ketika jam St. Jude berbunyi pukul empat.
Hasil akhirnya, untuk sebuah sketsa yang tergesa-gesa, aku yakin, adalah karya terbaik yang kubuat. Itu memperlihatkan seorang kriminal di bilik terdakwa tak lama sesudah hakim membacakan vonis. Orang itu gemuk—sangat gemuk. Daging bergantung menggulung di sekitar dagu, sampai leher besar tembemnya mengerut. Dia klimis (mungkin aku harus bilang, beberapa hari sebelumnya dia bercukur) dan hampir botak. Dia berdiri di bilik terdakwa, jari-jari pendek kikuknya menggenggam jeruji, matanya menatap lurus ke depan. Ekspresinya lebih mengungkapkan perasaan ambruk total ketimbang kengerian.
Kelihatannya tak ada sesuatu yang cukup kuat untuk menopang gunung daging itu.
Aku menggulung sketsa buatanku, dan tanpa tahu kenapa, mengantonginya. Lalu dengan rasa bahagia yang langka, sadar bahwa aku sudah bekerja dengan baik, aku pun meninggalkan rumah.
