“Aku seorang Raja—kau mungkin sudah lihat—dan aku dibuang dari kerajaanku selama setahun. Sekarang aku sedang menyelidiki pemerintahan negara-negara lain agar aku bisa tahu apa yang tak beres di kerajaanku sendiri.”
Pada zaman dahulu ada sebuah kerajaan di mana segala sesuatunya berjalan tak beres. Setiap orang tahu ini, dan setiap orang membicarakannya, terutama Raja. Keadaan buruk ini menyusahkannya lebih daripada siapapun, tapi dia tidak bisa memikirkan suatu cara untuk memperbaikinya.
“Aku tak tahan melihat situasi berjalan begitu buruk,” ungkapnya kepada Ratu dan para ketua penasehat. “Andai saja aku tahu bagaimana kerajaan-kerajaan lain diperintah.”
Salah seorang penasehat mengajukan diri untuk pergi ke beberapa negara lain, dan melihat bagaimana mereka diperintah, lalu pulang dan melaporkan semuanya kepada Raja, tapi ini tidak memuaskan Yang Mulia.
“Kau akan kembali begitu saja,” katanya, “dan menyampaikan pemikiranmu. Aku mau pemikiranku sendiri.”
Maka Ratu mengusulkan agar dia berlibur, dan mengunjungi kerajaan-kerajaan lain, dan melihat sendiri bagaimana mereka mengelola urusan.
Ini tidak memuaskan raja. “Liburan tidak menjawab,” katanya. “Tidak sampai satu minggu aku pergi, kejadian di sini akan mengharuskanku kembali.”
Lantas Ratu mengusulkan agar dia dibuang untuk kurun waktu tertentu, katakanlah setahun. Dengan begitu dia tidak bisa kembali, dan akan bebas sepenuhnya untuk mengunjungi kerajaan-kerajaan asing, dan mencaritahu bagaimana mereka diperintah.
Rencana ini menyenangkan Raja. “Jika dibuat mustahil untuk pulang,” katanya, “tentu saja aku tak bisa pulang. Skema ini bagus. Biarkan aku dibuang.” Dia memberi perintah kepada dewan penasehat untuk mengesahkan undang-undang yang membuang dirinya selama setahun.
Persiapan segera dimulai untuk melaksanakan rencana ini, dan dalam satu atau dua hari Raja mengucapkan selamat tinggal kepada Ratu, dan meninggalkan kerajaannya, sebagai orang yang dibuang. Dia pergi berjalan kaki, tanpa pengiring. Tapi karena tak ingin memutus semua komunikasi antara dirinya dan kerajaan, dia membuat pengaturan yang dianggapnya sangat bagus. Pada jarak teriak di belakangnya, berjalan salah satu punggawa istana, dan pada jarak teriak di belakangnya lagi berjalan satu punggawa lain, begitu seterusnya dengan jarak seratus yard dari satu sama lain. Dengan begini akan selalu ada antrean orang yang memanjang dari Raja ke istana. Kapanpun Raja berjalan seratus yard, antrean bergerak menyusul di belakangnya, dan satu punggawa tambahan mengisi celah antara punggawa paling ujung dan pintu istana. Jadi, sementara Raja terus berjalan, antrean pengikutnya memanjang, dan tak pernah putus. Kapanpun Raja ingin mengirim pesan kepada Ratu, atau anggota istana lain, dia meneriakkannya kepada punggawa di sebelahnya, yang meneriakkannya kepada punggawa sebelahnya lagi, dan diteruskan sampai mencapai istana. Jika dia butuh makanan, pakaian, atau barang keperluan lain, pesanan diteriakkan sepanjang antrean, dan barang dipindahtangankan dari orang ke orang, masing-masing membawanya ke tetangga di depan, lalu kembali ke tempat seharusnya.
Dengan cara ini Raja terus berjalan hari demi hari sampai dia keluar sepenuhnya dari wilayah kerajaannya. Malamnya dia menginap di suatu rumah yang nyaman di jalan, dan jika para pengikutnya tidak dekat dengan rumah atau pondok ketika Raja meneriakkan perintah supaya mereka berhenti, dia berbaring tidur di manapun. Pada saat ini antrean pengikut yang terus bertambah telah menghabiskan semua punggawa istana, jadi terpaksa dipergunakan aparat pemerintah tingkat bawah agar antrean tetap lengkap.
Judul asli | : | The Banished King<i=1VClWoOkJ9esWFSRKr47SFesZJdj_62t3 262KB>The Banished King (1887) |
Pengarang | : | Frank R. Stockton |
Penerbit | : | Relift Media, Februari 2019 |
Genre | : | Satir |
Kategori | : | Fiksi, Cerpen |