Ada banyak kejadian di mana sebuah kebetulan mengakibatkan terurainya misteri, yang mungkin tetap menjadi misteri hingga hari pengadilan walau kita sudah berusaha sekuat dan semampu mungkin, kecuali jika membalik halaman kematian.
Banyak orang masih ingat kesibukan di Dataran Chinaman. Di puncak kemakmurannya, terjadi perkosaan keji terhadap seorang wanita hingga membangkitkan kegelisahan masyarakat dan polisi untuk menghukum pelakunya.
Kasus itu diserahkan ke tanganku. Karena ini menghadirkan kesulitan hebat yang nyaris sulit diatasi bagi pemerhati biasa, yang penanggulangannya berpotensi menghasilkan apresiasi di departemen berwajib, maka kuterima tugas itu dengan senang hati.
Modalku tak banyak. Suatu malam gelap, di sebuah tenda di pusat jalan yang ramai, seorang wanita sedang bersiap-siap untuk tidur—suaminya biasa bertahan di bar hingga larut malam—ketika seseorang bertopeng krep, yang diperkirakan sudah masuk dari awal, merenggutnya, dan dalam pelaksanaan tindak kriminal, melukai dan memperlakukan wanita malang ini secara tidak pantas hingga hidupnya dipenuhi keputusasaan. Kendati ada pelita yang menyala pada waktu itu, sang wanita hampir tidak mampu mendeskripsikan penampilan umum pelaku; baginya dia seperti orang Jerman, tidak bercambang, rambutnya pirang, dan perawakannya pendek gemuk.
Cuma itu informasi yang bisa dia berikan padaku, dengan satu pengecualian penting. Tapi pengecualian ini sangat berarti untuk seorang detektif, dan kuharap nantinya menjadi bantuan tak ternilai bagiku. Dalam pergulatan itu dia mengoyak lengan kemeja pelanel pelaku, dan mendapat kesan pasti bahwa pada bagian atas lengannya terdapat tato jangkar kecil dan hati.
Nah, aku sadar betul, di koloni ini mencari seseorang dengan lengan bertato adalah urusan sehari-hari. Apalagi di tempat penggalian, di mana, aku berani bilang, hampir tak ada orang yang tidak bersinggungan lebih dari satu atau dua kali dengan setengah lusin pria bertato dalam gaya yang kusebutkan—jangkar atau hati, atau dua-duanya, adalah gambar favorit di antara “pria-pria jantan” yang menyukai pencitraan. Namun, petunjuk ini menjadi berharga, dan bahkan tanpa itu, kurang dari dua pekan kemudian ketika dengan bantuan polisi setempat aku berhasil melacak seorang pria yang penampilannya mirip si pelaku ke sebuah tempat penggalian sekitar tujuh mil dari Dataran Chinaman.
Tak perlu kuceritakan setiap rincian tentang bagaimana kecurigaanku diarahkan pada orang ini, yang tidak tinggal di Dataran Chinaman, dan kelihatannya belum meninggalkan penggalian tempatnya berkemah sejak pertama kali bekerja di sana. Aku bilang “kelihatannya”, sebab menurut informasi tertentu dia absen dari tendanya di malam biadab itu. Maka pada suatu malam aku bersusah-payah menyusuri dataran di mana tendanya didirikan, dengan barang bawaan di punggungku, kemudian duduk di atas kayu gelondongan tak jauh dari tempatnya menyalakan api untuk masak atau tujuan lain.
Lokasi penggalian ini akan kunamai McAdam’s. Ini adalah ladang emas besar dan berkembang, dan di dataran tempat orang incaranku berkemah terdapat beberapa tenda lain yang berkelompok. Jadi tak aneh aku harus mencari-cari sepasang semak-belukar, agar aku dapat menggantung potongan terpal kecil untuk malam itu.
Setelah mengencangkan tali, dan menghampar tenda di atasnya dengan gaya tukang gali biasa, kupatahkan beberapa semak sebagai alas tidur dan kutebar selimut di atasnya. Lantas aku menghampiri orang itu—yang kemudian kupanggil “Bill”—untuk minta izin merebus kambing jantan di apinya.
Izin dikabulkan dengan senang hati. Jadi kunyalakan pipa rokok dan duduk menunggu didihnya air, memutuskan apakah aku bisa membuat tersangka ini menerimaku sebagai mitra sebelum aku berbaring malam itu.
Bill ikut merokok, dan tentu saja tidak curiga sedikitpun bahwa penggali kasar dan normal di hadapannya sedang merenungkan “dandanan” detektif Victoria, yang telah membuatnya sedikit diperbincangkan di antara rekan-rekan berkat satu dua penangkapan cerdik.